Pelajaran Mengejutkan Pogacar dan Geoghegan, Ada Lagi di Vuelta?
Sudah dua Grand Tour selesai di tahun 2020. Tour de France dan Giro d’Italia. Dua-duanya menyuguhkan sirkus balapan sepeda yang menarik dan seru diikuti serta diamati selama tiga minggu.
Banyak kejutan terjadi membuat penonton tercengang berkali-kali. Juga pelajaran kehidupan yang didapat jika kita merenung. Sekaligus mengaduk emosi dan perasaan.
Bisa dibayangkan perasaan bahagianya Ernesto Colnago (88 tahun) pemilik sepeda Colnago menang di Tour de France setelah 68 tahun penantian. Campagnolo juga kecipratan kebanggaan. Karena menjadi groupset yang memenangkan balapan sepeda terbesar di dunia itu.
Dan yang paling menghebohkan dunia sepeda adalah kemenangan “bocah kemarin sore”, Tadej Pogacar (UAE Team Emirates)! Dia “bukan siapa-siapa”. Belum pernah ikut Grand Tour. Usianya masih sangat muda, 21 tahun saat dia memenangkan balapan itu di Paris, Prancis.
Belum selesai para cycling enthusiast membicarakan Colnago, Campagnolo, Pogacar, dunia kembali dihebohkan dengan kemenangan Tao Geoghegan Hart (Ineos Grenadiers) di Giro d’Italia 2020.
Dia baru berusia 25 tahun dan meskipun ini bukan Grand Tour pertamanya (pernah ikut di Vuelta 2018 dan Giro 2019), dia bukan andalan sama sekali. Tapi dia berhasil membawa pulang piala di balapan sepeda paling indah di dunia, Giro d’Italia 2020!
Hanya ada satu kata, tidak ada yang tidak mungkin!
Pogacar relatif sendirian di TdF 2020. Saat Fabio Aru dan Davide Formolo, climber andalan UAE Team Emirates harus out dari lomba karena kecelakaan.
Yang dia lakukan hanya menguntit tim terkuat, Jumbo-Visma. Yang memang sudah digadang-gadang bakal menang TdF lewat Primoz Roglic. Tak heran, 11 hari Roglic mengenakan yellow jersey. Hanya tinggal 1 hari, etape 20 ITT, bila berlalu dengan indah maka dipastikan etape 21 Roglic jadi juara. Tapi “bocah kemarin sore” mengacaukan semuanya.
Pogacar sadar, saat itu, tidak ada yang bisa diandalkan selain dirinya sendiri. Satu-satunya jalan adalah menguntit ketat tim terkuat. Lalu sebisa mungkin, sekuat tenaga menyalipnya di saat yang memungkinkan. Dan itu terjadi di etape 9 dan 15.
Pelajaran yang bisa diambil, kuntitlah sekuatnya lalu telikunglah selagi bisa dan ada kesempatan! Bersikap nothing to lose seperti yang dilakukan Pogacar waktu itu. Bersyukur bisa telikung dan menang. Kalahpun tak apa, harus berusaha lagi, toh masih ada hari esok.
Agak berbeda dengan Tao Geoghegan Hart. Pembalap asal Inggris ini mendapat dukungan penuh dari tim paling fancy, paling kaya, paling keren di balapan sepeda, Ineos Grenadiers.
Buat pemerhati balap sepeda, bila mendengar nama Team Sky, reaksi pertama pasti kagum, sekaligus merinding. Timnya begitu keren secara penampilan apparel dan sepedanya. Kuat secara finansial. Mendominasi balapan dengan barisan pembalap top. Juga puluhan piala kemenangan etape maupun Grand Tour atau monumen race mengisi rak tim yang bermarkas di Inggris ini.
Mulai 2019, namanya berubah menjadi Team Ineos. Sejak Sky, perusahaan media raksasa itu hengkang. Lantas, 2020 sponsor utama bertambah. Masuklah Grenadiers, produsen mobil asal Inggris.
Tim manajemen masih tetap, dikepalai oleh Dave Brailsford yang sangat detil. Begitu mengagungkan teori marginal gain. Sedikit demi sedikit dikumpulkan jadi banyak. Detik demi detik diperhitungkan menghasilkan hasil signifikan. Itu pedomannya!
Tapi di Giro d’Italia, tim sebesar dan sekuat Ineos Grenadiers bisa mengubah strategi dengan sangat cepat. Saat kapten tim, Geraint Thomas kecelakaan di etape 3, strategi tampil defensif dan mendominasi balapan langsung berubah.
Ineos Granadiers menjadi agresif mengejar kemenangan tiap etape. Tujuh etape dimenangkannya. Sepertiga dari total 21 etape dikuasai oleh Ineos Grenadiers!
Empat kemenangan melalui Filippo Ganna (tiga time trial disikat semua), Tao Geoghegan Hart menyumbang dua kemenangan etape, dan Jhonatan Narvaez sekali naik podium.
Geoghegan bukan siapa-siapa. Tidak ada Thomas, Ineos masih punya nama besar lain yang sudah sering balapan di level Grand Tour. Ada Rohan Dennis (juara dunia ITT 2019), Richard Carapaz (pemenang Giro d’Italia 2019), dan Michal Kwiatkowski.
Tapi begitu ada kesempatan, Geoghegan langsung didukung pembalap seniornya memenangkan Giro d’Italia 2020. Pembalap 25 tahun ini harus banyak berterima kasih kepada Rohan Dennis yang membantunya saat di menaklukkan etape Stelvio dan Sestriere. Dia yang mengantarkan pembalap asal Inggris itu hanya tinggal berdua lawan Jil Hindley (Team Sunweb).
Kedua pembalap itu memasuki etape 21 dengan waktu yang sama. Baru sekali dalam sejarah Giro d’Italia hal ini terjadi. Usai etape ITT di Milan, membuat Geoghegan yang tidak pernah bermimpi jadi juara, tapi langsung merasakannya!
“Saya hanya fokus setiap hari untuk menyelesaikan etape dengan performa terbaik saya. Simpel saja, jadilah terbaik dari dirimu dan fokus lakukannya. Akhirnya pasti baik,” bilang Geoghegan usai menyelesaikan etape 21 ITT di Milan, Italia.
“Saya masih tetap orang yang sama. Saya akan bersikap profesional seperti selama ini yang saya lakukan. Saya akan tetap berdedikasi dan bangun setiap pagi lantas mengendarai sepedaku, mencintai hidupku dan selalu bersyukur atas posisi yang menakjubkan ini. Merupakan kehormatan saya berada di tim keren dan di balapan hebat ini!” imbuh Geoghegan merendah dan tidak sombong.
Tidak perlu bermimpi, lakukanlah yang terbaik setiap hari. Hasil tidak menghianati usaha!
Entah kemenangan yang diraih secara “sendirian” seperti Pogacar atau kemenangan dengan dukungan penuh tim seperti Geoghegan, apapun itu, Tuhan memberi kesempatan. Dua pembalap itu “bukan siapa-siapa” tiga minggu sebelumnya, menjadi “somebody” juara Grand Tour saat pulang!
Terima kasih Covid19 karena membuat jadwal balapan Grand Tour jadi carut marut. Akhirnya ikut andil dalam memberi kesempatan pembalap muda menjadi pemenang Grand Tour.
Tersisa satu balapan akbar, Vuelta hingga 8 November. Mulailah menghafal nama dan wajah pembalap-pembalap muda-nya. Siapa tahu, nanti ada kejutan lagi. Mungkinkah juara Vuelta a Espana bukan Primoz Roglic, Wout Poels, Richard Carapaz, Davide Formolo, atau Enric Mas?
Pada akhirnya, olahraga adalah soal balapan. Ada momen menggembirakan dan menyedihkan. Ada emosi di sana. Pun ada pelajaran yang bisa dipetik. Itulah yang kita tonton selama tiga kali tiga minggu Grand Tour 2020. Nikmatilah selagi mampu dan bisa!