Pelajaran dari Perang Rusia - Ukraina
Perang Rusia vs Ukraina telah melampaui 100 hari pertengahan Juni 2022. Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih yang berpusat di Hensinki pada Senin 13 Juni 2022 melaporkan, Rusia memperoleh 93 miliar euro ($98 miliar) dari ekspor bahan bakar fosil dalam 100 hari pertama perangnya di Ukraina.
As'ad Said Ali menulis "Pelajaran dari Perang Rusia - Ukraina" berikut. -- Redaksi.
Ukraina menjadi negara merdeka setelah bubarnya Uni Soviet pada 1991 yang pecah menjadi 15 negara. Tetapi Rusia sebagai induk Uni Soviet diakui sebagai pewaris “super power" termasuk di dalamnya “hak veto di Dewan Keamanan PBB" dan membayar hutang dan piutang yang ditinggalkan oleh Uni Soviet.
Sejak kemerdekaannya pada 1991, Ukraina menjalankan politik luar negeri bertetangga baik dengan Rusia dan negara ex Eropa Timur serta negara negara NATO. Tentunya ini didasarkan pada pertimbangan aspek Geo-politik dan Geo-strategi karena Ukraina terletak ditengah. Apalagi 17,5 % penduduk Ukraina terdiri dari etnis Rusia, sehingga bertetangga baik dengan Rusia sebagai suatu faktor determinan.
Namun kebijakan Ukraina berubah pada 2014 sejak terpilihnya Zelensky sebagai presiden. Ia dipilih rakyatnya melalui pemilu bebas dan dipilih atas dasar semangat populisme. Ia pada awalnya seorang pemain komedi / pelawak yang sangat terkenal.
Geo-ekonomi dan Kepentingan
Ukraina menjadi lebih dekat dengan negara Uni Eropa dan hal ini didasarkan hanya pada kepentingan ekonomi (geo ekonomi) semata.
Rusia marah dan pada tahun 2014 menyerbu semenanjung Crimea dengan alasan geostrategi. Sevastopol ibukota Crimea adalah lokasi komando dan pangkalan Laut Angkatan Rusia sejak era Uni Soviet. Kalau sampai Rusia kehilangan Sevastopol maka Armada Timur Tengahnya lumpuh.
Setelah itu Pres Zelensky mewacanakan keanggautaan Ukraina dalam NATO. Rusia merespons dengan menyerbu dan menjadikan Lohansk dan Donest yang mayoritas penduduknya etnis Rusia sebagai negara baru. Hanya 4 negara yang mengakui berdirinya 2 negara tersebut.
Zelensky tidak belajar dari pengalaman sebelumnya dan semakin menperkuat tekadnya untuk bergabung ke dalam NATO. Faktor geopolitik dan geo-srategis diabaikan. Bagi Rusia, membiarkan Ukraina jatuh ke dalam pelukan NATO sama dengan menyilahkan “ancaman” di seberang pagar rumah. Inilah alasan utama dan merupakan “vital interest“ yang tidak bisa ditawar.
Dalam berbagai pernyataannya Presiden Vladimir Putin menyatakan bahwa Ukraina secara historis kultural adalah Rusia. Dan oleh karena itulah pada saat bubarnya Uni Soviet, para pemimpin Rusia - Ukraina - Bela Rusia bersepakat untuk bergabung menjadi satu negara. Tetapi pada saat saat terakhir, Ukraina membatalkan kesepakatan dan disusul oleh Bela Rusia.
Dua hal utama yang bisa dijadikan pelajaran adalah ; pertama pilihan hanya atas dasar popularitas semata mengandung resiko besar; kedua, pentingnya pemahaman geo politik kawasan dan geo-strategi. Politik bukan panggung sandiwara, tetapi panggung membangun soliditas dan kekuatan bangsa.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta.