Pelabuhan Perikanan Dipagari, Fasilitas Mandi di Laut Direlokasi
Setelah terjadi tarik soal boleh tidaknya warga mandi di laut di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan (PPPM) Kota Probolinggo, akhirnya Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Jatim turun tangan. Pihak DPK kemudian mengajak pengurus dua komunitas yang menaungi ratusan warga yang selama ini terapi di laut untuk berbicara.
Hasilnya, DPK tetap memasang pagar di sepanjang breakwater di sisi barat PPPM. Selain itu, kedua komunitas diminta memindahkan fasilitas yang mereka bangun seperti kamar mandi dan gazebo keluar dari kawasan yang dipagar.
“Ini merupakan kompromi dari kami agar warga tetap bisa berendam di laut di kawasan pelabuhan,” ujar Kepala DPK Jatim, Moh. Gunawan Saleh dalam pertemuan di kantor UPT PPPM, Kota Probolinggo, Selasa sore, 7 Januari 2020.
Dikatakan sebenarnya bisa saja pihak DPK melarang segala aktivitas warga yang tidak ada kaitannya dengan pelabuhan perikanan. Dengan kata lain, pelabuhan perikanan hanya diperuntukkan kapal dan perahu nelayan yang bongkar muat.
“Karena tadi pengurus komunitas selalu menyinggung agar kami menggunakan perasaan, ya hasilnya kompromi seperti itu. Silakan mandi di laut, asal komunitas tidak mendirikan bangunan apa pun di kawasan breakwater,” ujar Gunawan didampingi Kepala UPT PPP Mayangan, Pratiwi Sulistyani.
Sebelumnya rapat berlangsung alot karena para pengurus dua komunitas warga yakni, Sahabat Laut dan Surya Citra Bahari (SCB) bersikukuh, agar tetap diizinkan memanfaatkan fasilitas di kawasan breakwater yang kini dipagari.
“Kalau memang kami dilarang mandi di laut ya sekalian pelabuhan perikanan ditutup total sejak di pintu gerbang, jangan yang hanya di kawasan breakwater,” kata Ketua SCB, Djando Gadohoka.
Djando kemudian menceritakan, sejak awal komunitasnya berdiri sudah sepengetahuan pihak UPT PPPM. Termasuk ketika membangun fasilitas kamar mandi, gazebo, tangga turun ke laut, pavingisasi, hingga taman di kawasan breakwater.
Karena itu pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu keberatan jika fasilitas sebanyak itu harus direlokasi ke luar pagar breakwater. “Kalau mau bicara soal keadilan, silakan fasilitas yang kami bangun direlokasi, nanti kami gugat di pengadilan,” ancam pria yang juga pengacara itu.
Gunawan meminta masalah ini bisa diselesaikan melalui musyawarah, tidak perlu ke jalur hukum. Secara prinsip, sebenarnya, dua komunitas itu membangun fasilitas tanpa izin (tertulis) kepada pihak pelabuhan. “Ibaratnya, Anda punya rumah, halaman rumah ditempati orang tanpa izin kan gak boleh,” katanya.
Sementara Ketua SL, Hari Pramono mengaku, pihaknya tidak ingin berpolemik dengan otoritas pelabuhan perikanan. “Intinya kami ingin sehat dengan terapi mandi di laut, tolong pihak pelabuhan memberikan solusi,” katanya.
“Solusinya ya sikap kompromi dari kami, silakan berendam di laut tetapi jangan merusak kawasan breakwater,” kata Gunawan.
Ketika rapat di kantor UPT PPPM lantai atas, puluhan warga tampak mandi di laut. Dari luar pagar kawasan breakwater, warga masih bisa turun ke laut untuk berendam. “Saya rutin hampir setiap sore berendam di laut, segar dan menyehatkan badan,” ujar Abdul Ghoni, warga Kota Probolinggo.
Pria yang akrab disapa Gogon itu mengaku, masih bisa berendam di laut meski kawasan breakwater dipagari. “Di bagian selatan tidak dipagari, masih bisa turun ke laut. Saat air surut ya terpaksa harus jalan kaki ke arah utara, ke tempat yang airnya agak dalam,” katanya. (isa)