Pejuang UU Desa di Blitar Ingin Kades Bisa Duduki Jabatan Politik
Setelah tujuh tahun berlakunya Undang-undang Desa, tokoh pejuang UU tersebut dari Blitar berharap ada perubahan kebijakan. Di antaranya dengan membolehkan kepala desa menduduki jabatan politik.
"Kalau presiden, gubernur dan bupati boleh menduduki jabatan politik, kenapa kepala desa tidak boleh? Ini perlu dipikirkan ulang," kata Muhammad Fakihuddin, mantan Kepala Pengurus Asosiasi Kepala Desa Jatim.
Fakihudin yang juga mantan Kepala Desa Jiwut, Nglegok, Blitar ini merupakan salah satu pejuang lahirnya UU Desa. Ia dulu sering mengerahkan para kepala desa untuk menggeruduk DPR RI untuk melahirkan UU tersebut.
UU Desa Nomor 6 akhirnya lahir tahun 2014. Dengan adanya UU tersebut, alokasi dana desa menjadi lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Semangatnya untuk memajukan masyarakat desa.
Tapi, apakah setelah 7 tahun berlaku, masyarakat desa telah bisa disejahterakan? "Masih banyak yang perlu disempurnakan dari UU tersebut agar benar-benar bisa memajukan dan mensejahterakan warga desa," kata Fakihuddin kepada ngopibareng.id.
Lantas, kenapa kepala desa harus dibolehkan menduduki jabatan politik? Fakihuddin tak menjelaskan secara detil. Ia hanya membandingkan dengan jabatan politik di atasnya. Padahal, kades juga menduduki jabatan dari hasil pemilihan.
Ia pun melihat beberapa pasal UU Desa yang perlu diubah. Misalnya tentang posisi BPD (Badan Perwakilan Desa). Menurutnya, dalam UU tersebut, BPD tak lagi menjadi unsur pemerintahan desa.
"Kalau dulu, kades memberikan laporan kepada BPD. Sedangkan kini, kades hanya memberi laporan ke bupati. Ini membuat demokrasi desa berkurang karena kontrol masyarakat berkurang," katanya.
Ia menggambarkan, kebijakan negara terhadap desa saat ini ibarat "diculne sirahe digondeli buntute" (dilepas kepalanya ditarik ekornya). Banyak hal kepala desa mendapat kewenangan, tapi makin banyak jerat aturannya.
Ia lantas memberi contoh tentang perekrutan perangkat desa. Saat ini, perekrutan perangkat desa harus mendapatkan rekomendasi bupati melalui camat. Ini bukti campurtangan terhadap kewenangan kades amat besar.
Toh demikian, Fakihuddin tak mengingkari manfaat lahirnya UU Desa tujuh tahun lalu. Terutama menyangkut makin besarnya alokasi anggaran yang mengalir ke desa. Undang-undang ini juga mendorong lahirnya sejumlah BUMDes yang bisa menjadi sumber pendapatan desa.