Pejabat, Tukang Parkir, dan Barang Titipan
Oleh: Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research-IDR)
Ceramah-ceramah agama ustad kondang K.H Zainuddin MZ, almarhum, puluhan tahun yang lalu, masih terus relevan topik-topiknya. Suatu ketika ustad berjuluk Da'i Sejuta Umat' itu mengambil topik ceramahnya tentang orang-orang sombong karena mereka sedang berkuasa. Zainuddin mencontohkan soal Firaun dalam sejarah peradaban umat manusia sebagai sosok penguasa yang paling merasa benar sendiri dan sangat sombong. Firaun dinilai sebagai puncak iconik penguasa yang paling sombong dalam sejarah manusia dan iblis.
Saat ini banyak juga di kalangan pejabat alias 'jongos rakyat' justru merasa dirinya sebagai Firaun. Merasa dirinya paling benar, padahal untuk makan dan segala kebutuhan dirinya saja dari rakyat melalui berbagai pajak mereka. Mereka pongah dan tidak tahu diri. Sedangkan tugas yang diberikan kepadanya ternyata tidak amanah. Kata, Ustad Zainuddin, para pejabat tersebut ternyata kalah sama orang kecil di Blok M yaitu para tukang parkir.
Tukang parkir tidak merasa dirinya memiliki aneka jenis mobil dan motor yang tergeletak dilahan parkir itu. Mereka justru lebih bertanggungjawab daripada pejabat yang seharusnya dengan gaji besar dan fasilitas yang diberikan, mereka mestinya lebih bertanggung jawab. Tukang parkir tidak pernah merasa sombong dan memiliki mobil-mobil mewah itu. Tukang parkir ternyata lebih mudah menginsyafi bahwa semua harta kekayaan yang tergeletak dilahan parkir yang mungkin nilainya triliunan itu hanya sebagai titipan.
Sementara pejabat justru menjadi bodoh dengan harta dan amanah titipan itu sebagai miliknya sendiri, lalu mereka korupsi habis-habisan. Jadi para pejabat koruptor itu justru moralnya lebih rendah daripada si tukang parkir. Tukang parkir justru lebih terhormat dari pejabat korup. Tukang parkir tidak merasa kehilangan tatkala mobil-mobil yang diawasinya itu pergi satu demi satu. Bahkan hingga lapangan parkir itu bersih dari mobil dan sepeda motor.
Justru si tukang parkir akan merasa lega jika barang-barang mewah itu pergi. Hal ini tentu sangat berbeda dengan para pejabat yang marah jika amanah sebagai pejabatnya itu diambil, mereka bikin manuver politik agar naik lagi. Mereka justru kasak-kusuk mencari jabatan baru. Mereka merasa tidak berharga jika hidup tanpa jabatan. Mereka sangat menikmati kekuasaan dengan segala fasilitasnya. Jika mereka mendapatkan jabatan, mereka berpesta pora dengan uang rakyat tanpa merasa malu bahwa uang tersebut adalah hak-hak fakir miskin dan anak-anak yatim.
Revolusi Sikap Pejabat
Ada pertanyaan kecil yang seringkali menyembul dari diskusi-diskusi kecil warung kopi. Misalnya mengapa negeri yang kaya raya seperti Indonesia itu kok rakyatnya banyak yang miskin, kesulitan mencari pekerjaan, dan banyak yang hidup penuh ketergantungan?
Jawaban atas hal itu mungkin akan mudah diatasi dengan cara mengubah sikap pejabat atas amanah yang diberikan oleh rakyatnya. Perubahan sikap memang membutuhkan kesadaran akan hakikat kehidupan. Perubahan sikap itu sebenarnya bisa berubah dengan cepat dan revolusioner jika mereka dihadapkan pada posisi psikologis "one minute awareness" yaitu satu menit yang kemudian membuat seseorang bisa berubah 180 derajat. Mereka akan melakukan perubahan sikap yang kontras dari yang sebelumnya.
Revolusi sikap para pejabat itu sangat penting mengingat mereka mempunyai wewenang dan pengaruh karena kekuasaan yang dimilikinya. Perubahan lewat perilaku para pejabat itu sangat efektif, apalagi struktur sosial budaya masyarakat Indonesia itu sangat paternalistik. Sikap paternalistik akan mempermudah rakyat mengikuti apa yang dilakukan para pejabat.
Jadi sesungguhnya, jika para pejabat negeri ini kembali menjadi manusia, bukan menjadi kawanan iblis maka kehidupan negara akan kembali normal. Biarkan iblis dan setan bertugas kembali sesuai dengan perintah Tuhan sebelumnya. Jangan sampai pejabat-pejabat di negeri ini terus menerus terlena mengambil tugas iblis dan setan yang sejatinya penuh kesesatan.
Advertisement