Pegiat Seni: DKS Harus Perkuat Identitasnya
Pegiat sastra pertunjukan, Elis Yustiawati, menilai selama ini Dewan Kesenian Surabaya (DKS) telah kehilangan identitasnya karena tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Pemerintah Kota Surabaya ketika dipimpin oleh Chrisman Hadi.
Padahal, DKS harusnya menjadi mitra strategis pemerintah untuk menjaga dan mengembangkan kesenian.
“Iya (benar) DKS ini hubungannya gak harmonis dengan Pemkot. Padahal, DKS ini mitra strategis pemerintah,” ungkap Elis saat ditemui dalam Musyawarah Daerah (Musda) DKS dengan agenda utama pemilihan ketua umum periode 2020-2025 di Hotel Great Diponegoro, Surabaya, Minggu 29 Desember 2019. Dalam pemilihan ini Chrisman Hadi kembali terpilih untuk kedua kalinya.
Hal itu sampaikan pula oleh Pemkot Surabaya melalui Kepala Seksi (Kasi) Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Hari Purwadi, yang menyebut DKS tidak membutuhkan pemerintah. Dana hibah yang dikatakan sempat cair sejak 2015-2017 selalu tidak ada pertanggungjawaban.
Akibatnya, pada tahun 2018, Pemkot Surabaya menghentikan pemberian dana hibah karena tidak adanya pertanggungjawaban yang diberikan.
Elis melihat ada sesuatu yang salah dan itu belum ia ketahui pasti. Namun, yang ia tahu adalah ada standar operasional prosedur yang tidak berjalan sesuai. Hubungan DKS selama ini dinilai hanya dengan Disbudpar Surabaya, tidak sampai ke Walikota Tri Rismaharini, dan DPRD Kota Surabaya.
“DKS ini harus bisa menguatkan identitas statusnya di hadapan Pemkot Surabaya. Sehingga, ruang lingkupnya tidak hanya sebatas DKS dan Disbudpar saja, karena hubungan itu ada SOP. Pertama, saya kira mereka seharusnya bersuara ke komisi D DPRD Surabaya dulu, setelah digodok direkomendasikan (ke Pemkot Surabaya). Sehingga, itu menjadi kebijakan bersama bersama Pemkot sehingga posisinya bisa diakui jelas,” katanya.
Tidak kuatnya identitas itu tampak karena kepengurusan DKS saja tidak ada pengukuhan. Kemudian, hari ini musda tidak diikuti oleh Pemkot Surabaya dan DPRD Surabaya.
Menurutnya, untuk menjalankan program besar yang disusun harus mendapat dukungan anggaran yang besar pula dari Pemkot. Sebab, jika berdasar data dana sekitar Rp100 juta per tahun itu tidak akan cukup. Apalagi, ada banyak perkumpulan seni yang juga membutuhkan dukungan.
Advertisement