Pegawai KPK Gusar, karena Dihambat Tangkap Ikan Besar
Upaya penyelidik dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi ternyata tidak semulus yang dibayangkan masyarakat. Hal ini karena setahun belakangan, tim justru mengalami hambatan dari dalam tubuh lembaga antirasuah sendiri. Mereka mendapat rintangan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke level pejabat yang lebih tinggi (big fish), kejahatan korporasi, maupun ke tindak pidana pencucian uang.
Atas kejadian tersebut, 114 yang terdiri dari penyelidik dan penyidik KPK non Polri mengirim petisi ke pimpinan untuk mengadukan segala permasalahan yang ada. Mereka meminta pimpinan bersikap tegas untuk mengatasi segala permasalahan yang bisa mendegradasi KPK ke dalam jurang kehancuran.
Dalam petisinya, berbagai hal yang mengancam kerja penyelidik dan penyidik antara lain, soal terhambatnya penanganan perkara pada eksepose di tingkat kedeputian.
“Penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ngulur waktu hingga berbulan-bulan sampai dengan perkara pokoknya selesai. Hal tersebut berpotensi menutup kesempatan untuk melakukan pengembangan perkara pada tahapan level pejabat yang lebih tinggi, serta hanya terlokalisir pada level tersangka/jabatan tertentu saja,” demikian bunyi petisi.
Selain itu, tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup juga turut menjadi isi petisi yang dilayangkan ratusan penyelidik dan penyidik.
“Beberapa bulan belakangan hampir seluruh satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kebocoran ini tidak hanya berefek pada munculnya ketidakpercayaan (distrust) di antara sesama pegawai maupun antara pegawai dengan struktural dan/atau pimpinan, namun hal ini juga dapat mengakibatkan tingginya potensi risiko keselamatan yang dihadapi oleh personil yang sedang bertugas di lapangan,” imbuh petisi tersebut.
Lebih lanjut, tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi juga turut menjadi isi petisi. Ini karena sangat menghambat kinerja tim dalam mengembangkan perkara.
“Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu, ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan, karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti. Selain itu, terdapat perlakukan khusus terhadap saksi. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu terdapat perlakuan istimewa kepada saksi yang bisa masuk ke dalam ruang pemeriksaan melalui pintu basement, melalui lift pegawai, dan melalui akses pintu masuk pegawai di lantai 2 Gedung KPK tanpa melewati Lobby Tamu di Lantai 1 dan pendaftaran saksi sebagaimana prosedur yang seharusnya,” jelas tim dalam petisi.
Tak hanya itu, dalam menyidik perkara, tim juga kerap tidak disetujui melakukan penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan terhadap oknum tertentu.
“Tanpa alasan objektif, seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diijinkan. Penyidik dan penyelidik merasakan kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada. Selain itu, pencekalan terhadap orang yang dirasakan perlu dilakukan pencekalan tidak disetujui tanpa argumentasi yang jelas. Hal ini dapat menimbulkan berbagai prasangka,” papar tim dalam petisinya.
Dalam petisinya, ratusan penyelidik dan penyidik juga mempertanyakan adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.
“Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak Pengawas Internal (PI). Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya,” kata tim dalam petisinya.
Di satu sisi kata tim, kode etik menjadi sangat perkasa sekali, sedangkan di sisi lain, bisa menjadi sangat senyap dan berjalan lamban, bahkan kerap perkembangan maupun penerapan sanksinya pelan-pelan hilang seiring dengan waktu.
“Berbagai upaya sudah dicoba untuk disampaikan kepada pimpinan KPK, baik melalui forum Wadah Pegawai (WP) maupun penyampaian langsung secara informal oleh personil-personil yang ada di jajaran Kedeputian Penindakan kepada pimpinan KPK. Tetapi sampai saat ini semua menemui jalan buntu,” jelas tim dalam petisinya.
Jika hal-hal tersebut di atas didiamkan, maka dikhawatirkan wibawa KPK sebagai lembaga penegak hukum yang bergerak secara profesional dan independen akan hilang. Hal ini tidak hanya akan merusak KPK, namun juga akan merusak bangsa dan negara Indonesia yang selama ini sudah menderita sedemikian rupa akibat kejahatan korupsi yang merajalela.
Menanggapi adanya petisi tersebut, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pimpinan KPK sudah membaca petisi yang dilayangkan ratusan pegawainya. Pimpinan katanya berjanji akan menemui sejumlah pegawai yang mengirim petisi.
“Jadi segera akan didengar apa tanggapan tersebut secara langsung. Jadi kalau ada masukan ada kendala-kendal yang terjadi katakanlah di level dalam proses penanganan perkara atau pelaksanaan tugas, maka pimpinan akan mendengarkan hal tersebut, “ kata Febri.
Terkait adanya petisi tersebut, Febri mengatakan jika hal ini sebagai bentuk dinamika dalam berorganisasi. Oleh karena itu, dia melihat hal ini sebagai bagian dari mendengar konsep komunikasi yang egaliter.
“Jadi dinamika yang saat ini di KPK, kami pandang sebagai sebuah proses agar komunikasi antara pegawai atau pihak di internal KPK itu tersalurkan dan bisa diselesaikan dengan satu indikator penting, yaitu demi kepentingan KPK. Itu yang paling penting,” ucapnya.
Karena menilai petisi tersebut sebagai bagian dari konsep dinamika, Febri memastikan, jangan sampai apa yang terjadi saat ini kemudian disalahgunakan, atau dimanfaatkan oleh pihak tertentu terkait dengan perkara yang ditangani KPK. Ini karena penanganan perkara yang saat ini dilakukan berdasarkan cara-cara yang berlaku.
“Jadi keluhan yang disampaikan pegawai adalah bagian dari dinamika internal yang akan diselesaikan secara internal sesuai mekanisme yang ada. Indikatornya kepentingan institusi KPK, ini juga institusi yang dimiliki publik secara luas,” tandasnya.
Advertisement