Pedro Acosta, Bocah Ajaib Ini Bikin Rekor Rossi Terasa Minor
Nama Pedro Acosta sedang menjadi sorotan. Wajar, karena pembalap Red Bull KTM Ajo yang turun di kelas Moto3 ini tampil luar biasa di empat seri yang telah dia lalui. Betapa tidak, pembalap Spanyol berusia 16 tahun ini meraih kemenangan ketiganya di Jerez, setelah di seri pertama naik podium kedua.
Prestasi bocah ajaib ini telah melewati para pendahulunya, seperti Valentino Rossi, Casey Stoner, Marc Marquez, Dani Pedrosa, maupun Jorge Lorenzo. Karena hanya Acosta yang mampu meraih tiga kemenangan beruntun pada debutnya di kelas premier.
Satu-satunya pembalap yang mampu menang dengan status rookie adalah Valentino Rossi. Pembalap Italia itu pertama kali turun di kelas Grand Prix 125 cc pada 1996. Saat itu, Rossi hanya mencatatkan sekali kemenangan di Sirkuit Brno di Republik Ceko, dari 15 race yang dijalaninya. Rekor itu bertahan hingga kemunculan Acosta di musim ini.
Acosta membuat capaian Rossi terasa Minor. Ia benar-benar ajaib karena melakukan sesuatu di luar kemampuan banyak pembalap-pembalap hebat sebelumnya.
Hanya Anak Nelayan Sederhana
Pedro Acosta lahir pada 25 Mei 2004 di Murcia, Spanyol. Ayahnya hanya seorang nelayan biasa di lepas pantai Murcia. Kemampuan finansial keluarganya sangat pas-pasan. Sehingga di awal kiprahnya sebagai pembalap amatir, orang tuanya harus meminta sumbangan orang-orang di sekitarnya untuk membeli baju balap pertamanya. Hal ini berbeda dengan kebanyakan pembalap di kelas ini yang lahir dari keluarga berkecukupan.
Sehingga ketika ia bisa menembus kelas Grand Prix, Acosta menyadari betul bahwa dirinya sangat beruntung dan tidak ingin kehilangan kesempatan itu.
Hal itu ia sampaikan kepada pendiri dan principal tim Red Bull KTM Ajo, Aki Ajo ketika pertama kali bergabung.
“Aki, saya sangat mengerti betapa beruntungnya saya berada di sini, jadi jika saya memiliki kesempatan ini, saya tidak ingin kehilangan peluang tersebut. Jadi saya akan mengorbankan segalanya untuk itu,” ujar Aki menirukan ucapan Acosta di awal bergabung dengan timnya.
Baginya, ini adalah sikap yang baik untuk seorang pembalap muda. “Saya pikir Pedro adalah seorang pelajar dari sekolah zaman dulu, dan sulit untuk menemukan pengendara muda dengan mentalitas pelajar masa lampau. Jika Anda dapat menemukan pria muda seperti ini, itu sangat membantu,” puji Aki Ajo.
Menurutnya, saat ini banyak anak muda yang memiliki pemikiran berbeda, yang tidak pernah terlintas di benaknya ketika masih muda, seperti halnya media sosial dan sebagainya, hal-hal yang justru memberi tekanan yang tidak penting kepada diri mereka.
“Jika Anda tidak tertarik dengan hal-hal ini maka pikiran Anda akan jauh lebih bebas. Pedro, Jack, dan Remy adalah contoh yang bagus untuk ini,” Puji Aki untuk ketiga pembalapnya yang turun di kelas Grand Prix.
Sudah Terlihat sejak 2020
Talenta hebat Pedro Acosta sebetulnya sudah terlihat sejak tahun 2020 lalu, ketika ia menjalani musim debutnya di ajang balap Red Bull Rookies. Di musim pertamanya itu, Acosta langsung menang dalam enam seri pembuka. Dan hebatnya, enam bulan kemudian Acosta berhasil mengamankan gelar sekaligus membuat sejarah baru yang ia ukir dengan namanya.
Mantap pembalap yang kini berprofesi sebagai jurnalis, Peter Clifford mengakui Acosta semakin matang setelah dua tahun bersama Red Bull KTM Ajo. Bahkan dia memuji konsistensi Acosta meski sudah naik kelas di tahun ini.
“Salah satu poin penting tentang Pedro adalah ketika dia datang ke Piala Rookies pada 2019, dia tidak punya apa-apa. Di saat yang sama, beberapa pembalap lain berlomba di kejuaraan CEV atau apa pun, sementara keluarganya tidak punya uang, sponsor, atau tim, jadi Rookies lah yang memberikan jalan untuknya. Karena dia tahu keberhasilan di rookies akan membuka jalan baginya untuk bisa melanjutkan kariernya,” ujar Clifford yang juga membantu karier Acosta.
Acosta Berbeda dengan Pembalap Lain
Acosta memiliki perbedaan yang signifikan dengan pembalap lain. Jika banyak pembalap terlalu bergantung pada performa motornya, sehingga mereka merasa tidak bisa maksimal jika motornya tak optimal, Acosta tidak.
“Mungkin mereka (pembalap lain) terlalu memikirkan sepedanya, sehingga ketika ada sesuatu yang tidak beres, mereka tidak dapat mengendarainya,” kata Clifford.
“Di Rookies Cup Pedro mengembangkan sistem di mana dia tidak hanya memikirkan performa motornya selama latihan, mencoba membuatnya sempurna karena dia tahu bahwa di beberapa titik dalam balapan, motornya tidak akan sempurna. Karena terkadang ada momen bannya dingin , saat ban lepas atau apa pun. Jadi dia menyadari tidak ada gunanya menghabiskan seluruh waktunya memperbaiki motornya karena dia tahu akan ada saat-saat ketika itu tidak beres. Dia benar-benar membuat itu berhasil untuknya," papar Clifford.
Acosta Membawa Gaya Balap Baru dan Sopan
Dari pengamatan Aki Ajo, cerita sukses Acosta merupakan perpaduan antara tiga hal, yakni gaya membalapnya, karakter dan sikapnya yang positif. Ia juga sopan kepada siapa saja.
“Bagaimana dia menangani dan mengontrol motor, terutama bagian depan, sangat luar biasa. Dia punya gaya berkendara generasi baru. Sekarang di balap GP Anda membuat perbedaan di tikungan masuk, bukan saat keluar tikungan atau di tengah tikungan. Bagi saya, gaya baru ini agak mirip di semua kategori,” katanya.
“Tentu saja Anda masih harus sangat kuat dalam pengereman, tetapi pengereman dan berbelok ke tikungan adalah kunci dari segalanya, seperti menjaga kecepatan tikungan Anda, untuk keluar dengan baik, semuanya. Bagaimana Pedro benar-benar mengontrol motor di momen entri ini luar biasa, inilah perbedaannya,” puji Aki untuk Acosta.
Aki mengatakan, Acosta menghormati semua orang, meski ia menganggap semua orang sama. Dia juga tidak berpikir salah satu dari orang-orang yang memenangkan balapan adalah dewa. Dan dia percaya bahwa jika dia melakukan pekerjaannya, serta memiliki cukup bakat, dia bisa melakukan hal yang sama.