Pedagang Kecil di Surabaya Ini Merasakan Hematnya Jargas PGN
Sudah menjadi rahasia umum jika pedagang kecil sangat sensitif terhadap harga. Maklum margin keuntungan yang didapatkan juga kecil. Sehingga segala daya upaya dikerahkan untuk menekan biaya produksi. Agar labanya bisa membesar.
Itu pula yang dilakukan oleh Mujiarto. Sehari-hari dia berdagang nasi bungkus di Jalan Pandegiling Surabaya. Letaknya di ujung gang rumahnya di Jalan Kampung Malang Kulon 1 Nomor 7, Surabaya. Meski hanya berdagang di ujung gang, namun letaknya sangat strategis karena berdampingan dengan rumah bilyard ternama di Surabaya.
Pelanggan nasi bungkus Mujiarto ini adalah para pengunjung rumah bilyard ini. Rumah bilyard ini biasanya baru buka sekitar jam 10an pagi. Mujiarto pun dalam membuka warungnya menyesuaikan jam operasional rumah bilyard ini.
Dalam sehari biasanya Mujiarto bisa menyediakan sekitar 50 bungkus nasi. Jumlah yang tak terlalu banyak memang. “Dulu bisa sempat sampai 100 bungkus per hari. Namun sekarang berkurang, karena bilyard hanya menyediakan bola besar,” kata Mujiarto.
Bola besar dan bola kecil adalah istilah dalam dunia bilyard dalam hal penggunaan bola. Biasanya, orang awam lebih familiar dengan permainan bola kecil. Sedangkan untuk bola besar jarang peminatnya karena dianggap lebih susah. Tak heran jika pengunjung rumah bilyar menurun karena permainan yang disajikan tak terlalu familiar dengan pengunjung awam.
Karena pengunjung rumah bilyard yang turun itu, Mujiarto juga menurunkan jumlah sediaan nasi bungkusnya. Namun meski nasi bungkus yang dijual tak terlalu terlalu banyak, Mujiarto menyebut jika nasi bungkusnya termahal untuk ukuran nasi bungkus. Per bungkus ia jual sekitar Rp9 ribu. Bandingkan dengan nasi bungkus lain yang harganya hanya dibanderol antara Rp5-7ribu per bungkus. Bagi Mujiarto, kualitas dan cita rasa adalah yang utama.
Untuk menambah margin keuntungan, Mujiarto juga berjualan kopi dan aneka gorengan di lapaknya. Untuk kepentingan memasak di lapaknya dia masih mengandalkan sumber energi yang bisa dibawa-bawa.
Namun berbeda dengan di rumahnya. Rumah Mujiarto sudah menggunakan Jargas yang dialirkan oleh PT. PGN sekitar tiga tahun yang lalu. Awalnya Mujiarto tak membayangkan jika memakai Jargas yang dialirkan oleh PT. PGN bisa lebih menghemat dibandingkan dengan menggunakan sumber energi lain.
Saat awal memasang sekitar tiga tahun lalu, Mujiarto memang dijanjikan bisa lebih lebih hemat jika menggunakan Jargas dibanding sumber energi lain. Namun dia masih belum percaya karena belum membuktikan secara nyata. Baru sekarang dia merasakan betul manfaat Jargas PGN. Lebih Murah.
Sebagai perbandingan, setiap harinya jika sebelum menggunakan Jargas dia harus merogoh koceknya sekitar Rp35 ribu. Itu berarti dalam sebulan dia harus mengeluarkan uang sekitar Rp 1.050.000 untuk pembelian energi.
Namun setelah menggunakan Jargas PGN, per bulan dia hanya membayar tagihan sekitar Rp. 200-300ribu per bulan. Berarti ada selisih penghematan sekitar Rp700-800 per bulan.
Soal nyala api pun tak ada masalah. Dengan menggunakan Jargas dari PGN Mujiarto tetap masih bisa pakai kompor bertekanan seperti sebelumnya. Untuk proses memasak Mujiarto menggunakan tiga kompor di rumahnya. Dua kompor bertekanan dengan menggunakan sumber Jargas PGN. Sedangkan satunya lagi menggunakan sumber energi lain.
“Soal pemakaian sama saja dengan sumber energi lain. Tinggal minta setting ke petugas, Jargas PGN bisa digunakan untuk kompor bertekanan. Sama saja. Malah lebih hemat,” ujar Mujiarto.