Pecah Belah Partai Politik
Akhirnya Partai Amanat Nasional (PAN) berhasil dibelah juga. Meski belahan itu belumlah sempurna. Dulu Partai Golkar sempat dibelah dua, lalu PPP, lantas Hanura, sekarang PAN. PKS juga rasanya ikut jadi target agenda pembelahan itu. Buktinya, belahan kecil dalam PKS itu kini bersiap untuk mendirikan partai baru bernama Gelora.
Namun PKS jauh lebih tangguh dari partai yang lain. Proses kaderisasi didalamnya telah memberi imunitas pada kadernya dari virus-virus yang datangnya dari luar. Mereka rata-rata memahami betul bahwa berpolitik itu adalah bagian integral dari ibadah. Politik adalah medan juang bagi mereka. Saya lihat tokoh-tokohnya terlihat relatif lebih istiqomah dari partai kebanyakan.
Saya cuma kasihan melihat partai PAN yang sejak awal didedikasikan sebagai partai cerdas yang nasionalis religius itu kini diterpa masalah serius. Sedih rasanya, padahal mereka semua orang-orang pintar dan terdidik. Saya juga kasihan lihat Pak Amien Rais yang kerap gagal milih orang-orang yang otentik.
Sekarang partai itu telah dibawa lari entah kemana. Mungkin itulah buah dari perjalanan hidup seorang politisi. Kadang suka dikhianati oleh orang yang justru dibesarkannya. Politisi memang harus siap jatuh, juga siap bangkit kembali.
Namun saat inilah sejarah sedang mencatat, Pak Amien, orang penting itu kini seolah terbuang dari partainya sendiri. Partai yang terus dijaganya dari waktu ke waktu agar tetap memelihara sikap kritis itu kini lepas sama sekali dari kendalinya. Kini tokoh reformasi itu pun pasti sangat bersedih, entah sampai kapan, saya sendiri tidak tahu pasti.
Saya berharap bapak ideologis para kader PAN itu tidak perlu bersedih terlalu lama. Biarlah PAN itu dibawa lari darinya. Kalau mau bikin PAN Reformasi, bikinlah. Tak perlu ragu. Soal bisa besar atau tidak itu soal lain. Percayakan saja pada sejarah.
Jika para politisi didikannya itu benar atas pilihannya, maka partai itu akan membesar dan terhormat di masyarakat. Namun jika salah, mungkin mereka semua hanya akan masuk tempat pembuangan sampah. Bersikap tegarlah! Ada baiknya melihat Necmettin Erbakan di Turki sana, dia tidak pernah lelah membuat partai. Dalam sejarah perpolitikan Turki, Erbakan berkali-kali bikin partai hingga datang masanya dia dipercaya rakyat.
Ketika terjun ke pentas politik nasional, Erbakan pernah mendirikan dan menjadi Ketua Partai Keselamatan Nasional. Posisi ini dijalaninya selama periode tahun 1970-an. Erbakan juga pernah memimpin Partai Kesejahteraan (Refah). Partai Refah besutannya ini kemudian tampil sebagai pemenang pemilu karena ada protess vote dari rakyatnya yang tak puas dengan kepemimpinan Tansu Ciller yang ekonom itu. Sedangkan Erbakan seorang insinyur teknik ahli pembuatan tank.
Ia lulusan Jerman dan bersahabat baik dengan Presiden BJ Habibie. Jadi Pak Amien kalau ingin bikin partai bikinlah. Sejarah yang akan mengujinya, apakah partai yang akan didirikan itu akan besar atau tidak. Semua itu tergantung dari niat, kerja keras dan keiklasan dalam berjuang untuk kebaikan bangsa.
Terkait fenomena partai yang sering pecah itu, saya lantas berfikir; mengapa hal itu terlalu sering terjadi? Adakah yang salah dalam tata kelola partai itu sendiri.
Mengapa partai-partai itu begitu getas, mudah sekali pecah? Mengapa? Saya tidak tahu pasti. Namun rasa-rasanya perpecahan itu terjadi karena ada kekuatan eksternal yang mendesainnya. Jika partai itu dikelola secara baik, mengikuti koridor konstitusi dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, rasanya sulit dipecah belah.
Kembali pada PAN, saya mendapat kabar dari teman-teman aktivis PAN. Konon kabarnya, pengunduran diri Hanafi Rais putra sulung Pak Amien adalah bukti keseriusan Pak Amien dalam membangun partai baru. Kira-kira namanya seperti yang sempat ramai di media sosial yakni PAN Reformasi.
Mereka bercita-cita untuk mengembalikan marwah PAN seperti di saat saat awal berdirinya. PAN akan berhikmat kembali menjadi partai yang kritis terhadap kekuasaan yang dholim dan menyengsarakan rakyat, namun sebaliknya akan mendukung penuh kekuasaan yang peduli pada kebenaran dan penegakan keadilan sosial.
Dinamika internal PAN pasca-Kongres di Kendari itu memang kian memanas. Hingga saat ini kubu Amien Rais masih memperkarakan kasus diseputar kongres Kendari yang dinilainya penuh kekerasan dan tak taat konstitusi Partai. Aksi premanisme dinilai sangat dominan dalam kongres itu oleh kubu Amien. Kita lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun besar kemungkinan, jika kubu Zulkifli Hasan Cs tetap eksis, sudah bisa dipastikan akan merapat kembali pada kekuasaan Jokowi guna meminta jabatan menteri lagi. Itu sebuah konsekuensi politik dagang sapi yang sering dilakukan Zulkifli Hasan. Langkah ini secara pribadi sangat penting baginya untuk mengamankan diri atas berbagai kasus yang menjeratnya. Terakhir berbagai media masih sering memberitakan besan Pak Amien itu dipanggil KPK untuk diminta keterangan.
Pak Amien sebenarnya sudah memberikan cetak biru yang tepat dalam proses suksesi kepemimpinan PAN per lima tahunan. Karena itu profesor politik itu kerap ikut berperan aktif atas siapa yang akan meneruskan estafet kepemimpinan PAN. Nalar politiknya sangat sederhana, "mengurus orang selama lima tahun itu sebenarnya sangat lelah, capek, dan butuh perjuangan yang luar biasa jika amanah kepemimpinan itu dilakukan. Dengan baik," begitu Amien Rais sering melontarkan pikiran itu pada kader-kadernya.
"Adalah sakit jiwa, jika kader PAN masih terus berambisi untuk mempertahankan kekuasaan," cetus Amien dalam episode pengkaderan PAN yang lain.
Pendapat Amien ini sebenarnya sangat masuk akal. Apalagi jika dilihat dalam perspektif kontinuitas kaderisasi partai politik. Juga dalam perspektif teori politik yang sangat terkenal milik Lord Acton, “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority; still more when you superadd the tendency of the certainty of corruption by authority.”
Sebagai ilmuan politik terkemuka di Indonesia, Amien tidak ingin kader-kadernya terjerat praktik-praktik korupsi yang justru akan menjerumuskan harkat dan martabatnya sendiri. Alasan Amien ternyata terbukti, ada juga beberapa kadernya yang sudah masuk penjara. Kejadian seperti itu yang tidak Amien kehendaki.
Di mata Amien, berpolitik itu adalah jalan ibadah. Dengan demikian maka setiap sikap dan perbuatan politik harus dilihat dalam kerangka ibadah tersebut. Amien dalam derajat tertentu sangat paham soal peranan modal dalam politik. Namun Amien berusaha menjadikan modal itu hanya sebagai oli mesin politik agar tetap bergerak dalam berkhidmat menegakkan amar makruf nahi mungkar. Dalam konteks itulah seharusnya Amien Rais harus dibaca oleh publik.
Sebagai sosok ilmuan sekaligus praktisi politik, hanya Amienlah profesor yang tetap sukses mempertahankan partainya hingga saat ini. Kita tahu dimasa reformasi banyak profesor bikin partai politik, namun semuanya tumbang oleh sejarah. Profesor Deliar Noer dengan PUI-nya, Profesor Ryaas Rasyid dengan PDK-nya, Prof. Yusril Ihza Mahendra dengan PBB.nya, hingga Prof. Dimyati Hartono dengan partainya itu.
Meski mampu mempertahankan PAN, namun Amien belum puas betul, karena partai itu belum menjadi penentu kebijakan makro pembangunan nasional kita. Mengapa? Karena PAN hanya tampil sebagai partai di papan tengah. Ini juga kerisauan Amien Rais. Kerisauan inilah yang kemudian sering disalah pahami oleh orang-orang yang tak paham visi politik dan mimpi-mimpi Amien Rais dalam membangun bangsa ini.
Walhasil, kemunduran putranya, Hanafi Rais dalam tiga posisi penting politik harus dibaca dalam konteks idealisme Amien itu sendiri. Amien merasa, penyingkiran dirinya dalam partai yang dirintisnya itu adalah ambang batas psikologis untuk berkompromi pada realitas politik yang memuakkan dirinya. Wallahu'alam.
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)