PDIP: Jokowi For President, Seng Ada Lawan!
Teka-teki politik terjawab sudah. PDIP mencalonkan kembali Jokowi untuk maju mengusung bendera partai banteng pada Pilpres 2019. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Megawati Ketua Umum PDIP dalam acara Rakornas yang digelar di Bali, Jumat, 23 Februari, 2019. Pencalonan kembali Jokowi oleh PDIP ini kian memperjelas peta kekuatan blok politik dalam pertarungan Pilpres 2019. Bursa calon Ketua Umum pun semakin menyempit. Berbanding terbalik dengan pendaftar Calon Wakil Presiden.
Konon, menurut sumber terdekat Presiden Jokowi, yang berminat dan sudah mendaftarkan diri sebagai pendamping Jokowi, sampai minggu ini, seluruhnya sudah berjumlah 15 tokoh dari berbagai kalangan. Nama sejumlah Ketua Umum partai pun bertengger di sana. Di luar 15 nama yang tercatat, sejumlah tokoh yang sebenarnya cukup potensial untuk maju mencalonkan diri sebagai kandidat presiden pada Pilpres 2019, banyak yang realistis dan memutuskan menahan diri untuk maju bersaing dengan Jokowi.
Kalau toh dipaksakan muncul kandidat tandingan, hanya nama Prabowo Subiyanto yang masih berpeluang mengimbangi dan tampil menantang Jokowi. Walau kubu Prabowo sendiri tentunya telah menghitung peluang yang sempit, sesempit lubang jarum untuk dapat mengungguli elektabilitas Jokowi. Sekali pun belakangan grafik tingkat elektabilitas Jokowi terus bergerak menurun secara perlahan.
Oleh karenanya, muncul spekulasi atau bahkan upaya kelompok tertentu yang memunculkan pasangan Jokowi-Prabowo sebagai pasangan yang layak untuk ditampilkan. Bahkan disertai jaminan bila pasangan ini yang dimunculkan, maka pilpres hanya akan berjalan satu putaran. Pasangan ini dipastikan akan keluar sebagai pemenang terhadap pasangan siapa pun yang menjadi lawannya.
Namun, lagi-lagi upaya ini agaknya tak akan mudah terjadi. Kecuali para pimpinan partai mengenyampingkan ego pribadi dan kepentingan partainya. Sementara kematangan sebagaimana yang diharapkan masih jauh untuk bisa dihadirkan dalam situasi dan kondisi dimana partai-partai di negeri ini baru masuk pada tahapan masa puberitas awal. Nafsu yang liar dan meletup-letup masih begitu kuat mewarnai budaya pengelolaan kekuasaan di internal partai maupun pada saat duduk bersama di meja yang menuntut kematangan dan wawasan kenegaraan dengan satu tujuan: demi kepentingan merah-putih!
Bagaimana dengan nama Gatot Nurmantio? Nama Gatot sempat begitu hangat dibicarakan sebagai calon yang potensial untuk dihadapkan melawan Jokowi pada Pilpres 2019. Itu terjadi pada saat Gatot masih menjabat sebagai Panglima TNI. Setidaknya, tokoh reformasi sekelas Amien Rais tampak begitu antusias menggulirkan tawaran alternative ini. Para pendukung gerakan 411 dan 212, menyambut gagasan ini penuh semangat. Bahkan sempat termanifestasikan dalam beberapa acara tabliq akbar maupun acara istigosah yang digelar oleh sejumlah ulama pro 212. Dengan penuh hikmat dan semangat mendoakan agar Gatot maju sebagai calon presiden pilihan mereka. Tentunya disertai doa sejumlah kiyai dan santrinya yang mengiringi harapan ini.
Sayangnya nama Gatot begitu cepat menghilang dari hiruk pikuknya dunia ‘kungfu’politik seputar Pilpres 2019. Konon langkah ‘menepi dan menyepi’ ini sudah menjadi pilihannya. Dalam suatu kesempatan, kepada saya beliau mengatakan bahwa keputusan menjauh untuk beberapa saat ini diharapkan akan membuka mata publik bahwa dirinya tidak berambisi memperebutkan kursi no 1 di Republik ini. Sekaligus langkahnya ini diharapkan mampu menepis tuduhan bahwa ia bermaksud untuk menusuk Jokowi dari belakang; sesorang yang bagi Gatot telah memberikan kepercayaan kepadanya untuk sebuah jabatan sangat penting: Panglima TNI. Tapi, apakah penjelasan yang sekalipun tulus ini bisa meyakinkan para pemain di dunia politik Nasional yang super dinamis dan penuh intrik ini?
Sepertinya, nama Gatot hanya akan muncul lagi di pasar politik Pilpres 2019, bila datang endorsement dari kubu partai Gerindra. Tentunya ketika Prabowo mengumumkan niat untuk ‘mandito ratu’ dan membiarkan Gatot mengusung bendera Gerindra maju menantang Jokowi. Selebihnya, sulit melihat adanya kemungkinan dimunculkannya nama Gatot. Kecuali bila keadaan berkembang ke arah yang tidak normal. Kemungkinan nama Gatot akan mencuat ke permukaan sangat besar. Karena Gatot berpotensi dimunculkan sebagai figur alternatif.
Tapi lagi-lagi Jokowi cukup cerdik dengan tetap mempertahankan Wiranto sebagai Menko PolHukam dan Moeldoko sebaga Kepala Staff Kepresidenan. Terjadinya kemungkinan ke arah tidak normal menjadi semakin kecil. Sehingga benar kata kawan-kawan nyong Ambon, "Hey.., Jokowi seng ada Lawan..’’.
Sementara sepertinya begitu!
*) Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com
Advertisement