PDIP: Jangan Benturkan Agama dengan Budaya
Politisi PDIP, Aria Bima menilai apa yang dilakukan Sukmawati Soekarnoputri dengan membacakan puisi berjudul 'Ibu Indonesia', sebagai tindakan mempertentangkan agama dengan kebudayaan, yang biasa dilakukan kaum fundamentalis.
"Jika Mbak Sukma merasa kebudayaan asli Nusantara lebih unggul dibandingkan syariat Islam, maka kelompok-kelompok fundamentalis agama merasa syariat lebih unggul daripada kebudayaan Nusantara. Padahal keduanya tidak seharusnya dipertentangkan dan sudah semestinya dapat disinergikan," ujar Aria Bima, dalam keterangan tertulis yang diterima ngopibareng.id, Selasa, 3 April 2018.
Aria lalu, menyampaikan Prinsip Ketuhanan yang selama ini ditekankan oleh Bung Karno, dalam pidatonya saa lahirnya Pancasila 1 Juni 1945:
Pertama, ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai yang absolut berlaku di semua aspek dan dimensi kehidupan, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
Kedua, relasi hubungan antar pemeluk agama dalam masyarakat yang beraneka ragam.
Negara sebagai institusi yang menaungi segenap bangsa Indonesia mesti memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi warga negara agar dapat menyembah Tuhan dan menjalankan agamanya dengan leluasa.
Relasi antar pemeluk agama, kata Aria, didasarkan pada toleransi, tanpa egoisme agama, keluhuran budi, yakni dengan cara yang berbudaya. Hal ini oleh Bung Karno disebut sebagai konsep 'Ketuhanan Berkebudayaan'.
"Artinya kehidupan spiritual yang berkembang maju seirama dengan perkembangan kebudayaan," ujarnya.
Setiap pemeluk agama dapat memperjuangkan aspirasi keagamaannya, tapi dengan cara berbudaya, yakni dengan cara permufakatan melalui badan perwakilan.
"Jadi ketuhanan yang maha esa dalam perspektif Bung Karno adalah Ketuhanan yang berkebudayaan. Intinya, kehidupan beragama dijalankan sesuai budi pekerti luhur, saling hormat menghormati antar pemeluk berbagai agama dan kepercayaan, tidak bersikap egois dalam beragama, dan menghormati adat istiadat, kebudayaan atau kearifan lokal," katanya
Menurutnya, agama dan budaya tidak seharusnya didikotomikan atau dipertentangkan. Justru sebaliknya, agama seharusnya berjalan secara sinergis dengan kebudayaan, sebagaimana telah dicontohkan dalam metode dakwah Wali Songo.
Wali Songo melakukan dakwah Islam justru melalui seni dan budaya serta adat istiadat (kearifan lokal), seperti seni karawitan, seni wayang kulit, dan tradisi kenduri yang masih bertahan hingga kini. (frd)