PDI Perjuangan Setuju Pasal 7 RUU HIP Dihapus
PDI Perjuangan menegaskan bahwa Indonesia dikenal sebagai bangsa pejuang dan tercatat sebagai negara yang memeroleh kemerdekaan sebagai buah dari rasa percaya diri.
“Indonesia juga dikenal sebagai pelopor tata dunia baru yang damai dan berkeadilan. Semua kepoloporan tersebut mampu menjadi spirit bangsa-bangsa Asia-Afrika dan Amerika Latin memerdekakan diri. Kita harus bangga dengan kepeloporan tsb dan seharusnya menatap masa depan penuh rasa percaya diri, dan pada saat bersamaan selalu kedepankan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menghindar dari politik devide at impera” Hasto Kristiyanto, Sekjen DPP PDI Perjuangan melalui keterangan tertulisnya, Minggu, 14 Juni 2020.
Karena itulah Pancasila yang digali dari bumi Indonesia adalah saripati kepribadian bangsa yang sarat dengan tradisi gotong royong dan musyawarah. “Atas dasar hal tsb, maka terkait dinamika, pro-kontra yang terjadi dengan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), sikap PDI Perjuangan adalah mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat. Musyawarah untuk mufakat adalah praktik demokrasi Pancasila” tambah dia.
Dengan demikian terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus. Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terjadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan.
“Pemerintahan Presiden Jokowi melalui Menkopolhukam Prof Mahfud MD, memahami suasana kebatinan yang berkembang, dan PDI Perjuangan meyakini bahwa pemerintah akan kedepankan dialog dan menampung aspirasi yang berkembang” ujarnya.
Berbagai pendapat berkaitan dengan RUU HIP tersebut menunjukkan kuatnya kesadaran terhadap Pancasila sebagai dasar yang memersatukan bangsa. Dengan demikian akan bijak sekiranya semua pihak kedepankan dialog.
“Sebab dialog, musyawarah dan gotong royong adalah bagian dari praktek demokrasi Pancasila” tutup Hasto Kristiyanto.
Pasal 7 yang terdiri dari tiga ayat, menjadi poin yang paling banyak dikritisi banyak pihak. Karena dalam pasal tersebut, terdapat istilah "Trisila" dan "Ekasila" yang dinilai memeras Pancasila.
Pasal 7 sendiri masuk ke dalam Bagian Ketiga RUU HIP yang menjelaskan tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila.
Dalam Pasal 7 Ayat (1) berbunyi, "Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan".
Selanjutnya dalam Ayat (2), dijelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila. Ketiganya, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
"Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP ini dimaksudkan dan ditekankan pada Pancasila 1 Juni 1945. Bukan pada Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Sehingga secara jelas muncul pasal terkait dengan Trisila dan Ekasila. Di mana, lima sila diperas menjadi tiga sila, dan kemudian diperas lagi menjadi hanya satu sila, yaitu gotong-royong.
"Draft RUU HIP ini cenderung meletakkan agama sebagai instrumen pelengkap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Serta dapat ditafsirkan menihilkan sila-sila yang lain dalam Pancasila," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya pada Senin 4 Mei.
Advertisement