PDFI Sebut Dampak Gas Air Mata Sulit Dideteksi dari Jenazah
Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Jawa Timur (Jatim), dr Nabil Bahasuan menyebut, gas air mata hanya bisa dilihat dari orang yang masih hidup, sedangkan dari jasad sulit dilakukan.
Nabil mengungkap hal tersebut, ketika dimintai keterangan sebagai saksi dalam sidang dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno.
Nabil menjelaskan autopsi terhadap dua jenazah korban Tragedi Kanjuruhan, NDR, 16 tahun, dan NDB, 13 tahun, di TPU Dusun Pathuk, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, pada 5 November 2022.
“(Autopsi dua korban) 35 hari setelah kejadian. Kalau dibilang ahlinya ya toksikologi, kita dari kedokteran menyampaikan,” kata Nabil, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa, 25 Januari 2023.
Kemudian, kata Nabil, dalam rentang waktu tersebut bakal sulit diketahui, apakah jenazah meninggal karena gas air mata atau tidak. Sebab, selama 35 hari jasad bakal mengalami pembusukan.
“Ada bedanya (meninggal karena gas air mata dan tidak). Tapi kalau pembusukan susah (35 hari membusuk),” jelasnya.
Menurut Nabil, seseorang akan lebih mudah teridentifikasi terkena dampak gas air mata ketika masih hidup. Di sisi lain, jenazah orang yang baru saja meninggal juga bisa mudah diketahui penyebabnya.
“Kita ketahui ketika memeriksa korban yang masih hidup, (ada tanda) seperti mata merah. Malau korban meninggal langsung diautopsi baru kelihatan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Nabil menyebut korban paling tua yang menjalani autopsi secara ekshumasi tersebut mengalami patah tulang. Dan sang adik pun mengalami cedera yang tidak jauh berbeda.
“Kakaknya iganya tidak beraturan, sekiar lima rusuk. Kita bisa bayangkan, itu ada paru-paru kalau tertusuk ada pendarahan, dan (juga) saya temukan di rongga kanan,” ujar Nabil.
“(Selain itu) area dada memang ada tanda kehitaman. Bisa juga karena mungkin trauma, memar, makna trauma itu bisa pukulan, tapi ada tekanan di rongga tadi,” tambahnya.