PCR Biasa Belum Cukup Untuk Mendeteksi Varian Omicron
Varian omicron dapat terdeteksi melalui S-gene Target Failure (SGTF) dan WGS (Whole Genom Sequencing). Sayangnya, dua alat deteksi ini masih terbatasi digunakan untuk penelitian.
Omicron yang memiliki mutasi pada spike virus atau gen S membuat banyak PCR di Indonesia sulit mendeteksi varian ini. Sebab kebanyakan reagen yang digunakan untuk mendeteksi gen ORF1a, ORF1b, gen N dan gen E.
Seperti yang diungkapkan, salah satu penyedia jasa PCR di Surabaya, Genika Laboratorium Klinik.
"Di tempat kami bisa mendeteksi bagian utama virus Covid-nya, jadi sekalipun virusnya bermutasi, selama virusnya ada dan infektif tetap bisa terdeteksi. Tetapi untuk spesifikasi variannya, di alat kami tidak bisa, karena alat-alat seperti itu tidak dipasarkan dan hanya ditujukan untuk kebutuhan penelitian," kata Customers Service Genika.
Meski demikian, pemeriksaan PCR tetap penting untuk dilakukan guna mendeteksi adanya virus Covid-19. Apabila virus Covid-19 terdeteksi dalam tubuh seseorang, ada beberapa indikasi yang harus diperhatikan untuk membawa sampel pada penelitian lebih lanjut, seperti WGS.
Pertama, orang tersebut usai melakukan perjalanan ke negara-negara yang terpapar Omicron, kedua, sudah divaksin lengkap atau sudah pernah sembuh dari Covid-19 lalu terpapar kembali dan orang yang sakit berat.
Selain, SGTP dan WGS ada metode Genotyping yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair). Metode ini disebut lebih mudah dan lebih terjangkau.
Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair, Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, metode ini bisa untuk mendeteksi varian apa pun dari Covid-19. Karena alat ini didesain primer dengan probe yang khusus.
"Unair pernah melakukan Genotyping ini dalam menganalisis varian yang muncul 2020 dan kami rekomendasikan sebagai metode yang bisa memperkuat WGS," kata Nyoman kepada Ngopibareng.id.
Nyoman menjelaskan, cara kerja metode ini ialah memblok bagian titik mutasi menjadi target utama dari setiap varian. Ciri utama yang membedakan varian satu dengan varian lainnya.
Ia menambahkan, akurasi dari metode ini di atas 98 persen karena probenya khusus untuk poin mutasi yang menjadi target.
"Kami menyarankan metode tersebut untuk membantu mempercepat data 3T sebelum WGS keluar hasilnya," tutupnya.