PBNU Sikapi Putusan Ahok : Tak Perlu Ada Cibiran
Jakarta : Sebagai negara hukum, siapapun harus tunduk dan patuh terhadap hukum (submissive and obedient to the law). Hal ini sesuai dengan prinsip supremasi hukum (sumremacy of law). Untuk itu, apapun putusan hakim harus kita hormati.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang hukum Robikin Emhas mengingatkan kepada seluruh pihak agar "memberikan penghormatan yang sama kepada Pak Ahok atas upaya hukum banding yang dilakukan dalam mengekspresikan keberatannya terhadap putusan pengadilan".
"Tak perlu ada hujatan atau cibiran terhadap warga negara yang menggunakan hak hukumnya atas suatu proses peradilan. Karena hal itu merupakan pengejawentahan terhadap prinsip kesetaraan di mata hukum (equality before law) sebagaimana dijamin konstitusi," kata Robikin Emhas, pada ngopibareng.id, Selasa (9/5/2017).
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan bersalah kasus penistaan agama, dijatuhi hukuman penjara dua tahun dan ditahan. Ahok sebelumnya hanya dituntut hukum penjara satu tahun dengan masa percoobaan dua tahun dalam kasus terkait pidatonya di Kepulauan Seribu.
Hakim menghukum dengan pasal 156a uuntuk penistaan, lebih berat dari tuntutan jaksa yang menjerat dengan pasal 156 tentang pernyataan permusuhan dan kebencian terhadap terhadap suatu golongan.
Di lain pihak, menurut Robikin, "biarkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selaku judex facti menjalankan fungsi judiciary secara bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary) dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut di tingkat banding nantinya," ujarnya.
Robikin mengingatkan, sebab kesanggupan menghargai rangkaian proses hukum yang berjalan adalah bagian dari ketaatan terhadap hukum itu sendiri. (adi)