PBNU Kaji Pengurangan Peran Perizinan Obat BPOM
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan mengkaji substansi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dari berbagai aspek termasuk soal rencana Kementerian Kesehatan mengambil alih peran Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam perizinan obat.
Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, 15 Desember 2019, PBNU akan melakukan kajian itu seiring dengan agenda Bahtsul Masail PBNU pada 17 Desember 2019.
Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU Sarmidi Husna mengatakan isu soal BPOM itu merupakan salah satu bahasan para ulama NU selain defisit BPJS Kesehatan, pengamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan kebijakan lainnya yang berdampak bagi masyarakat Indonesia.
"Oleh karena itu, PBNU mengumpulkan sejumlah tokoh agama untuk meninjaunya dari sisi ke-Islaman, tokoh dunia kesehatan dan solusi atas masalah yang terjadi. Yang tidak kalah penting kami akan mengawal rekomendasi tersebut," katanya.
Bahtsul Masail merupakan sebuah forum diskusi antarahli keilmuan Islam, terutama Fikih, di lingkungan pesantren yang berafiliasi dengan NU. Pada forum tersebut berbagai macam persoalan keagamaan yang belum ada hukumnya dibahas untuk ditentukan hukumnya.
Sarmidi mengatakan BPOM merupakan badan yang berwenang untuk melakukan sertifikasi produk. Dengan begitu, masyarakat tidak terpapar produk yang tidak boleh dikonsumsi.
Dalam hal itu, dia mengatakan PBNU merekomendasikan agar lembaga yang melindungi masyarakat untuk diperkuat. Adapun persoalan Kemenkes mengambil alih wewenang izin edar yang saat ini ditangani BPOM terus mengemuka.
Menkes Terawan menengarai lamanya proses perizinan obat di BPOM menjadi sebab tingginya harga obat. Dampaknya biaya pengobatan masyarakat juga terpicu mahal.
Sementara Kepala BPOM Penny Lukito menyebut pihaknya sudah melakukan terobosan agar perizinan obat sederhana dan cepat. Ia menilai tingginya harga obat tidak ada kaitan dengan durasi proses perizinan di BPOM.
Penny mengatakan masalah utama mahalnya harga obat bukan perizinan tetapi bahan baku obat yang hampir 100 persen masih impor dan rantai distribusi obat yang sangat panjang. (ant)
Advertisement