PBNU: Akhiri Pro-Kontra, Masih Ada MK
Pro-kontra revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berakhir. Meski dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I periode 2019-2020 telah menyetujui hasil revisi UU tersebut dan telah disahkan menjadi undang-undang.
Terkait hal itu ada gejolak di masyarakat yang tak setuju adanya revisi UU KPK. Mereka menilai, adanya revisi terhadap undang-undang tersebut justru merupakan pelemahan terhadap lembaga anti rasuwah itu.
Bagaimana pandangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terhadap pro-kontra revisi UU KPK?
“Saya percaya seluruh komponen bangsa menginginkan Indoneisa jauh lebih baik, maju dan bermartabat. Hal itu antara lain ditandai oleh kemajuan ilmu dan teknologi serta terwujudnya kesejahteraan rakyat dan mulianya peradaban masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut hukum harus berdaulat, termasuk hukum di bidang korupsi,” tutur Ketua PBNU bidang hukum Robikin Emhas pada ngopibareng.id, Selasa 17 September 2019.
Menurutnya, Pro dan kontra revisi UU KPK harus diletakkan dalam cara pandang seperti itu. Mereka yang pro revisi UU KPK menghendaki KPK tidak hanya kuat dan berdaya, namun juga kredibel dan akuntabel, baik secara kelembagaan maupun sistemnya.
Demikian juga sebaliknya. Mereka yang menolak revisi UU KPK menginginkan KPK kuat dan berdaya, tanpa birokrasi yang panjang.
“Sekali lagi, saya melihat mereka yang pro maupun kontra memiliki tujuan mulia yang sama. Sudut pandangnya saja yang berbeda,” kata Robikin. “Oleh karena itu, mari kita akhiri pro-kontra yang ada, dengan menghormati proses legislasi yang kini berlangsung.”
Menurut Robikin Emhas, masih terbuka ruang koreksi jika proses revisi UU KPK dinilai tidak sesuai dengan ketentuan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang dihasilkan bertentangan Konstitusi. Yakni, dengan cara mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara itu, Presiden Joko Widodo melalui Menkumham Yasonna Laoly Dalam rapat paripurna tersebut menyampaikan pandangan pemerintah bahwa diperlukan pembaharuan hukum tindak pidana korupsi dapat berjalan efektif dan dapat mencegah kerugian negara lebih besar.
"Kita semua mengharapkan agar Rancangan Undang-Undang atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bisa disetujui bersama agar pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi bisa dilakukan dengan efektif tanpa mengabaikan hak asasi manusia," kata Yasonna, di depan para wakil rakyat itu.
Dia menyampaikan tindak pidana korupsi semakin sistematis serta makin tidak terkendali. Dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, pemerintah berpandangan perlu dilakukan pembaruan hukum agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif.
Advertisement