PBB Desak Hong Kong Cari Resolusi Damai Pengepungan di Kampus
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lim memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi. Pada intinya, jika disahkan, RUU ini akan memberi kuasa kepada Hong Kong untuk menahan orang yang sedang berada di sana (baik itu warga negara maupun bukan) untuk kemudian dikirim dan diadili di China.
RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah.
Demo pertama dimulai pada 9 Juni 2019, tak kurang dari satu juta orang turun ke jalan untuk menolak pengesahan RUU ini. Namun, Carrie Lam tak bergeming dan tetap mendorong dilaksanakannya pemungutan suara.
Setelah sederet demonstrasi yang tak kunjung usai, Carrie Lam akhirnya mengumumkan pembatalan secara resmi RUU Ekstradisi yang memicu kerusuhan.
Meski demikian, aksi demo tak kunjung reda malah semakin melebar hingga ke area kampus. Para pengunjuk rasa telah membangun barikade di Universitas Baptis Hong Kong dan Politeknik Hong Kong, untuk menghentikan polisi anti huru hara memasuki kampus dalam aksi demo, Sabtu 16 November 2019.
Para pengunjuk rasa melindungi diri mereka sendiri dengan payung dan papan kayu dan melemparkan bom bensin yang membakar tanah, batu bata dan benda-benda lainnya berserakan dan terbakar. Beberapa pengunjuk rasa yang terluka terlihat dibantu oleh pertolongan pertama.
Beberapa universitas di Hong Kong telah membatalkan kelas untuk sisa semester ini dan mahasiswa asing dari Inggris, Australia, Taiwan, dan Eropa telah didorong untuk kembali ke rumah. Siswa-siswa China Daratan juga telah dievakuasi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun mendesak Hong Kong untuk mencarikan resolusi damai dalam pengepungan kampus.
PBB juga meminta pemerintah setempat mengimbau demonstran membubarkan diri tanpa menggunakan tindakan kekerasan.
"Kami mengikuti perkembangan dengan keprihatinan yang mendalam terhadap situasi di Hong Kong selama beberapa bulan terakhir," kata juru bicara HAM PBB, Rupert Colville kepada wartawan, dikutip dari AFP, Rabu 20 November 2019.
"Berkenaan dengan situasi yang terjadi di Universitas Politeknik Hong Kong, kami mendesak otoritas setempat untuk melakukan apa yang mereka bisa untuk menurunkan eskalasi atas situasi ini," lanjutnya.
Colville meminta pemerintah Hong Kong untuk mengatasi situasi kemanusiaan yang semakin memburuk, dan memfasilitasi resolusi damai.
"Kami sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan oleh kelompok-kelompok anak muda yang terlibat dalam protes yang menunjukkan kemarahan mereka," ucapnya.
Colville kemudian mendesak pihak yang berwenang untuk membangun ruang dialog. "Supaya menemukan solusi damai atas sejumlah keluhan yang diajukan oleh warga Hong Kong," ujarmya.
Advertisement