Payung-Payung Cantik di Candi Borobudur, Ada Apa ya...
Payung-Payung Cantik di Candi Borobudur. Bertebaran, warna-warni pula. Ada aksi sepertinya.
Yes. Memang ada aksi dan atraksi. Apa itu? Tak lain adalah Festival Payung Indonesia 2018 ini.
Setelah tahun lalu digelar di Solo, kali ini festival akan hadir dengan anggun pada tempat asalnya, Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah. Yaitu pada 7 – 9 September 2018.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun mengapresiasi pelaksanaan festival payung ini.
Menpar mengatakan, banyak wisatawan mancanegara kepicut untuk menyambangi atraksi-atraksi baru di Borobudur.
Bila candi yang berada di Magelang ini sering menjadi tempat berbagai atraksi, bukan tak mungkin kawasan Borobudur akan semakin dipadati wisatawan.
"Borobudur itu sudah kami tetapkan sebagai destinasi prioritas dengan program ‘Joglosemar’. Ini merupakan salah satu langkah positif untuk mengundang wisatawan datang ke Candi Borobudur. Apalagi Borobudur merupakan sumber inspirasi yang sudah diakui dunia. Warisan budaya dunia dengan logo UNESCO," kata Menpar Arief Yahya.
Menurutnya, keberadaan atraksi akan semakin mengoptimalkan potensi Candi Borobudur. Dimana area ini terbagi dalam empat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Wilayah yang bersinggungan dengan Borobudur diantaranya Yogyakarta, Dataran Tinggi Dieng, Semarang, dan Solo.
“Kawasan Candi Borobudur sangat strategis dengan didukung dengan faktor 3A yang baik. Yaitu Akses, Amenitas dan Atraksi. Pembentukan sentra meditasi ini semakin mengukuhkan atraksi kelas dunia yang dimiliki Borobudur,” tegas Arief Yahya lagi.
Selama tiga hari pelaksanaan, akan ada berbagai ragam payung Nusantara. Tema yang diangkat adalah Lalitavistara. Tema diambil dari kisah yang terpapar pada relief Borobudur. Tepatnya yang merayakan payung sebagai penanda kelahiran, berbagai tahap kehidupan, keagungan dan kematian. Payung menjadi simbol sekaligus penanda dalam siklus kehidupan dan perekat keberagaman.
“Candi Borobudur simbol inspiratif. Sebuah tempat yang pas untuk mencari inspirasi baru. Kami ingin memfasilitasi itu. Sehingga Borobudur menjadi pemersatu beragam latar belakang agama, politik, sosial, dan budaya. Semua melebur berharmonisasi di sini, Asisten Deputi Pemasaran 1 Regional II Kemenpar, Sumarni.
Sumarni juga menjelaskan, Borobudur dipilih sebagai penyelengaraan FPI bukan tanpa alasan. Sebagai salah satu dari UNESCO Heritage Site, Candi Borobudur memancarkan aura yang tidak biasa. Candi Buddha terbesar di Dunia terlihat begitu anggun dan megah.
Sebanyak 2.672 ukiran relief dan 600 patung dan stupa Buddha yang ada di sana dinilai sebagai keajaiban karya manusia. Tak bisa ditemui di belahan dunia manapun. Harmonisasi kehidupan bersatu begitu menenangkan.
Festival ini menjadi perayaan rakyat terbesar yang dihadiri berbagai kalangan masyarakat. Perayaan kehangatan yang digelar dalam ‘Sepayung Indonesia’.
Sementara Itu Kabid Pemasaran Area I Wawan Gunawan mengatakan, partisipan festival tidak hanya dari dalam negeri.
Ada juga melainkan juga dari Jepang, India, Pakistan dan Thailand. Untuk delegasi Thailand memang sudah rutin selalu hadir. Karena Festival Payung Indonesia dan Bo Sang Umbrella Festival (Tonpao, Provinsi Chiang Mai, Thailand) sudah melakukan hubungan sister-festival sejak 2016. Visinya pun sama. Yaitu menuju Asian Umbrella Community.
“Nantinya akan dibuka oleh Arak-Arakan Payung Nusantara yang mengelilingi Borobudur, menapaki kembali jalan purba yang dilalui para peziarah dunia bersama masyarakat sekitar. Pagi, siang, dan sore hari terdapat pentas tari dan musik, workshop pembuatan payung, workshop payung ecoprint, dan pameran payung lontar,” kata Wawan.
Sedangkam Ketua Penyelenggara yang juga inisiator Festival Payung Indonesia, Heru Mantaya menjelaskan, selain festival payung, juga ada sajian kuliner. Wisatawan nantinya diajak menjelajahi citarasa sajian kuliner klasik Rasakal, yang meramu kembali kekayaan rasa yang digali kembali dari artefak sunyi Borobudur. Malam hari para wisatawan diajak mendengarkan lantunan sunyi Ata Ratu dari Sumba Timur, Ada juga suara Semesta Ayu Laksmi dari Bali, dan kidung kontemporer dari Endah Laras.
Di puncak acara, terdapat Anugerah Payung Indonesia untuk Ibu Syofyani Yusaf, maestro tari dari Padang; Ata Ratu, maestro musik Jungga (alat musik tradisional Sumba Timur), dan Mukhlis Maman, maestro musik Kuriding (alat musik tradisional Kalimantan Selatan).
Festival Payung Indonesia merupakan festival rakyat yang diselenggarakan, didukung dan diperuntukan bagi masyarakat kreatif. Komunitas lokal dilibatkan sejak dalam perencanaan dan bersama-sama menyelenggarakan dan menyambut pengunjung dengan terbuka.
Kemeriahan juga diselenggarakan di lima Balkondes (Balai Perekonomian Desa) yang tersebar di Wanurejo, Ngadiharjo, Borobudur, Karangrejo dan Bumiharjo.
“Pada penyelernggarakn ini kami targetkan 15.000 orang wisatawan nusantara per hari dan 1.000 orang wisatawan mancanegara per hari,” ujar Heru.
Selama tiga hari pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai ragam tradisi payung dari pelosok tanah air : Jepara, Banyumas, Tasikmalaya, Tegal, Kendal, Malang, dan Juwiring (Klaten). Beragam grup tari, musik, fashion dan komunitas kreatif dari Lumajang, Padang, Makassar, Banjarbaru (Kalsel), Bengkulu, Lampung Utara, Sumba Timur, Bali, Malang, Surabaya, Solo, Jakarta, Yogyakarta dan berbagai daerah lainnya berpartisipasi – juga para perancang busana muda.
Festival Payung Indonesia mempertemukan perajin payung, seniman, pekerja seni dan komunitas kreatif untuk melestarikan payung tradisional Indonesia dan mengeksplorasi tradisi payung Indonesia hingga batas terjauhnya dengan melibatkan partisipasi beragam masyarakat. (*)
Advertisement