Pasien Meninggal Saat Antre di RS Soewandhi, DPRD Minta Evaluasi
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Reni Astuti, meminta RS Soewandhie melakukan evaluasi untuk pasien rawat inap. Pernyataan itu muncul usai satu pasien meninggal, saat antre ruang ICU di rumah sakit tersebut.
Kronologi Kasus
Reni menuturkan ihwal pasien yang meninggal ketika antre di RS milik Pemkot Surabaya tersebut. Ia mengaku menerima pesan singkat terkait kondisi salah satu pasien di RS Soewandhie.
Laporan tersebut mengeluhkan pelayanan RS yang dinilai kurang maksimal dalam penanganan pasien bernama Asi, 52 tahun. Perempuan asal Tanah Merah Selatan itu dirawat di sejak Sabtu, 27 Mei 2023, karena kamar rawat inap penuh, akhirnya perawatan di lakukan di IGD.
Lanjutnya, setelah dirawat tiga hari kondisi pasien akhirnya memburuk dan harus dirawat di ICU. Tetapi pada saat itu pihak RS menyatakan bahwa ruangan tersebut sedang penuh.
"Menurut petugas RS memang perlu dirawat di ICU tapi karena penuh tidak bisa dan tetap di ruang perawatan. Keluarga bingung dan terkesan tidak ditangani maksimal. Alasannya ICU penuh," kata Reni, Kamis 1 Juni 2023.
Setelah mendapatkan laporan tersebut pada Rabu, 31 Mei 2023, pada hari yang sama Reni langsung menuju RS untuk memastikan kondisi pasien. Tak lama setelah kedatangannya, pihak RS mengatakan ada ruangan yang kosong, sayangnya saat akan dipindahkan ke ruang ICU, Asi meninggal dunia.
"Saya datang konfirmasi direktur memang menyatakan penuh tapi beberapa waktu itu, infonya bisa masuk. Ketika mau masuk ICU sudah dinyatakan meninggal dunia. Itu pun ketika saya sudah di sana kemarin sekitar jam 12," ujar Reni.
Dorong Evaluasi
Menurutnya, kejadian ini harus menjadi evaluasi bagi RS Soewandhie. Lantaran beberapa laporan yang diterima juga menyatakan pasien di IGD tidak langsung dapat kamar karena penuh.
"Maksud saya, RS Soewandhie ini secara layanan sudah banyak perbaikan utamanya rawat jalan, di mana antrean sudah semakin pendek, saya apresiasi itu. Tapi kejadian kemarin juga harus jadi evaluasi untuk rawat inap," tegasnya.
Ia menyarankan harus ada sistem yang terintegrasi dengan RS lain untuk penanganan hal tersebut. "Jadi ketika penuh harus dirujuk ke RS lain, harus ada sistem dan SOP yang dijalankan untuk ini," tandasnya.
Konfirmasi dari RS Soewandhie
Menanggapi kejadian tersebut Direktur RSUD Soewandhie Surabaya, dokter Billy Daniel Messakh menyebut, SOP untuk dirujuk ke RS lain apabila ruangan penuh sudah dilakukan, tetapi keluarga yang tidak berkenan.
"Kronologinya, tanggal 27 pasien diterima di IGD. Pas datang sudah disampaikan bahwa kamar penuh, karena penuh ditawarkan untuk dirujuk, tapi keluarga menolak," kata dokter Billy.
Dokter Billy juga menyebut, rujukan yang dilakukan juga sudah menerapkan SOP. Apabila keluarga menolak juga harus tanda tangan surat penolakan.
"Ada TTDnya mulai IGD sampai ICU menolak rujuk itu ada. Kami selalu edukasi kondisi memburuk perlu ICU dan di sini penuh, kami akan rujuk keluarga bilang di sini aja menunggu," terangnya.
Pihaknya pun tak tahu pasti kenapa keluarga menolak untuk dirujuk. Tetapi menurut temuannya di lapangan, mungkin hal tersebut juga terkait biaya. "Kalau masuk ICU di manapun tempatnya pasti nambah minimal bahan yang dipakai orang tua, misal pampers atau alat mandi. Kalau di Soewandhie semuanya ditanggung pemkot," imbuhnya.
Terkait meninggalnya Asi, Billy menjelaskan bahwa insiden masuk ICU terjadi pada tanggal 31 Mei 2023 karena adanya gangguan paru pada pasien, tetapi karena kondisi pasien terus menurun lantas ditawarkan untuk dirujuk atau menunggu.
"Keluarga mau kalau menunggu. Sudah ada tempat di ICUnya kondisinya terus menurun, pada saat diperiksa dokter penanggungjawabnya bilang sudah meninggal di ruang teratai," tandasnya.
Advertisement