Pasien Meninggal Antre, RS Soewandhie Sebut Kekurangan Bed ICU
Buntut dari kasus meninggalnya salah satu pasien RS Soewandhie saat menunggu ruangan ICU, RS milik Pemkot Surabaya itu didorong untuk melakukan evaluasi dan penambahan ICU.
Direktur Utama RS Soewandhie, Billy Daniel Messakh menjelaskan, awalnya jumlah bed ICU sudah memenuhi rasio berdasarkan aturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klarifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
"Saat itu, aturannya sudah sesuai. Cuma pada waktu kejadian bednya sedang digunakan semua," kata Billy.
Tetapi kemudian, RS Sowandhie menambah bed menjadi 370 seiring adanya gedung baru yang dimiliki RS tersebut. Bila dihitung sesuai aturan Permenkes, jumlah ICU dengan bed yang ada sekarang masih kurang. "Sekarang bed kita naik jadi 376 atau sekitar 377, sebelumnya hanya sekitar 320 bed, sebelum dilakukan penambahan," ujarnya.
Untuk diketahui, aturan Permenkes menyebutkan jumlah bed ICU harus memenuhi 5 persen dari bed yang ada di RS. Sehingga apabila dihitung dengan bed yang ada saat ini, idealnya RS Soewandhie memiliki 18 bed ICU. Sementara saat ini, hanya ada 9 bed ICU yang tersedia.
Dokter Billy pun memahami kondisi tersebut, menurutnya penambahan bed ICU belum bisa dilakukan karena keterbatasan tempat dan tenaga medis yang ada saat ini.
"Kami memang baru ada penambahan kapasitas ruangan. Sementara ICU belum kami kembangkan karena mentok sembilan itu. Kami banyak kehilangan perawat saat COVID-19, baru disetujui Juni ini ada 38 perawat yang masuk. Jadi ICU tidak ada tenaganya sama saja meskipun alatnya ada," paparnya.
Meski demikian, ia berjanji akan melakukan evaluasi dan penambahan bed sesuai dengan kebutuhan yang ada. Serta untuk mengurai antrean yang kerap terjadi.
"Kami akan kembangkan sesuai dengan kebutuhan. Tapi memang bertahap tidak bisa sak dhek sak nyet (langsung jadi dalam proses cepat," tandasnya.
Klarifikasi Pasien
Diberitakan sebelumnya, Keluarga Almarhum Asiasi, warga Surabaya, meninggal saat sedang menunggu antrean ruangan ICU di RS Soewandhie.
Keluarga pasien yang masuk pada 27 Mei, mengaku jika rumah sakit menyebut ICU sedang penuh, pada 30 Mei 2023. Namun, mereka ketakutan ketika hendak pindah ke rumah sakit lain.
"Petugasnya bilang, kalau dirujuk belum tentu dapat kamar di sana (RS lain), kalau dirujuk pemeriksaan juga harus dilakukan sejak awal. Pihak RS Soewandhie juga tak menjamin ibu saya dapat penanganan yang memadai bila dirujuk," kata Yesi, anak mendiang pasien, kepada Ngopibareng.id sebelumnya.
Tak cukup di situ, petugas juga menjelaskan terkait minimnya fasilitas ambulans RS Soewandhie, bila membawa pasien ke rumah sakit lain.
"Ambulans juga tidak memadai untuk pasien seperti itu (dengan alat bantu pernapasan), petugasnya bilang gitu. Otomatis kami sebagai keluarga juga takut, saya ingin ibu saya waktu itu tetap bernapas," terangnya.
Namun, pihak keluarga tak berhenti mencari rujukan kamar rawat di rumah sakit lainnya. Hanya saja, kendala lain juga ditemui, dari pihak RS Soewandhie.
"Waktu adik saya minta foto rekam jantung itu juga tidak boleh sama petugasnya, katanya itu untuk pribadi. Padahal RS lain yang saya hubungi minta hasil pemeriksaan ibu untuk dapat kamar di sana," imbuhnya.
Advertisement