Pascakudeta Militer, Begini Kondisi Nyata WNI di Myanmar
Direktur Perlindungan Hukum Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), Judha Nugraha, mengatakan, masyarakat Indonesia diminta tenang atas pergolakan politik pascakudeta pihak militer terhadap pemerintahan sipil di Myanmar.
Terutama, para WNI yang ada di sana, maupun keluarganya di Indonesia, semua diminta tidak khawatir.
"Kami tetap memantau kondisi WNI dan memastikan mereka aman (di Myanmar). Kementerian Luar Negeri RI, bersama KBRI di Myanmar, juga telah menyampaikan imbauan kepada seluruh WNI di sana, supaya tetap tenang serta membatasi aktivitas di luar rumah," ujar Nugraha dalam keterangan Rabu, 3 Februari 2021.\
Ia mengingatkan, jumlah 500 WNI yang menetap di Kota Yangon, tidaklah sedikit, sehingga langkah-langkah imbauan untuk menjaga keamanan mereka sejak dini dinilai sebagai tindakan tepat.
Apalagi keadaan sempat mengkhawatirkan, sebab, dari kemarin hingga siang hari, saluran telepon dan internet sempat mati total.
Judha memastikan, seluruh perwakilan Indonesia dan Kemenlu RI tetap berkoordinasi dengan KBRI.
Dan mengenai apakah yang terjadi di Myanmar dapat memberi dampak terhadap hubungan politik dengan Indonesia, Nugraha belum memastikan apa-apa selain menyatakan semua keadaan terkendali dan aman.
"Alhamdulillah aman, kondisi di Myanmar aman terkendali," tutupnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, penangkapan pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myanmar Aung San Suu Kyi, Senin 1 Februari 2021 dini hari, menimbulkan ketegangan di negara setempat.
Penangkapan Suu Kyi juga dianggap sebagai kudeta oleh NLD, yang dilakukan oleh militer Myanmar di Ibu Kota pemerintahan, Naypyitawt.
Sedangkan, di Myanmar juga diketahui terdapat hampir 600 Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di sana.
Duta Besar RI untuk Myanmar, Iza Fadri menyebutkan, menindaklanjuti kondisi politik dalam negeri yang tidak kondusif, pihaknya pun telah mengerahkan staf untuk memberikan imbauan langsung kepada WNI yang sebagian besar terpusat di Kota Yangon.
“Sejauh ini kalau yang kita monitor di Yangon belum ada. Karena, pusat pemerintahan itu di Naypyitawt. Tadi sebelum internet menyala, mengantisipasi situasi tadi saya sudah rapat dengan staf di KBRI Yangon, juga melakukan langkah-langkah antisipasi. Tadi kita coba imbauan secara fisik,” ungkap Iza Fadri ketika dihubungi RRI.CO.ID, Senin (1/2/2021).
Iza menjelaskan, WNI di Myanmar diimbau untuk waspada terhadap perkembangan situasi politik setempat.
“Dari KBRI kita utus di sini ada kumpulan orang Indonesia, Kerukunan Indonesia-Myanmar. Kita imbau (WNI-red) untuk waspada dan mengantisipasi situasi yang berkembang,” imbuhnya.
Iza turut memastikan, tidak ada WNI yang berdomisili di Naypyitawt, sehingga koordinasi dilakukan langsung terhadap mereka yang berada di Kota Yangon.
“Di Naypyitawt, WNI relatif nihil, karena biasanya kalau ada kegiatan dengan pemerintahan kita baru ke sana. Di sana juga tidak ada pusat perdagangan, jadi memang Yangon yang lebih banyak (WNI-red) dan beberapa di kota lain,” tambah Iza.
Dalam penangkapan yang terjadi pada Senin dini hari itu, militer Myanmar turut menangkap Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya.
Pada hari yang sama, militer Myanmar mengumumkan pihaknya mengambil alih kekuasaan dan menetapkan masa darurat selama satu tahun.
Advertisement