Pasca Pilpres, PP Muhammadiyah ‘Diadili’ 9 PDM
Meski Prabowo dan Jokowi sudah berangkulan di MRT di Lebakbulus, Jakarta, ternyata di tingkat akar rumput belum sepenuhnya mengikuti. Terbukti sebagian pengurus dan kader Muhammadiyah di sembilan daerah masih mempertanyakan sikap Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang dianggap condong ke salah satu calon presiden (Capres).
"Silakan menanyakan langsung ke PP Muhammadiyah, mumpung sekarang ada Sekum, Pak Mu’thi (Dr H Abdul Mu’thi, Sekum PP Muhammadiyah, Red.). Kita semua terpolarisasi antara kecebong dan kampret. Saya sebenarnya juga kepingin ‘mengadili’ beliau," ujar Sekum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Tamhid Masyhudi di ruang PKK di belakang pendopo Kabupaten Lumajang, Minggu, 14 Juli 2019.
Hari itu Muhammadiyah di belahan timur Jatim memang sedang mengadakan pertemuan rutin yang tempatnya bergiliran. Pertemuan kali ini tuan rumahnya, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lumajang. Hadir pula PDM Kota Pasuruan, PDM Kabupaten Pasuruan, PDM Kota Probolinggo, PDM Kabupaten Probolinggo, PDM Jember, PDM Bondowoso, PDM Situbondo, dan PDM Banyuwangi.
Merasa “diajangi” PWM Jatim, akhirnya satu per satu PDM di belahan timur Jatim “menghadili” PP Muhammadiyah. PP pun dituding macam-macam mulai, terlalalu lamban menyikapi Pilpres hingga dinilai tidak netral.
“Apakah PP Muhammadiyah bermain di ‘dua kaki’ saat Pilpres 2019? Kalau sikap Muhammadiyah demikian siapa yang akan melakukan nahi mungkar (mencegah kemungkaran, Red.)?” ujar Syaikhul Hadi dari PDM Kota Pasuruan.
Hadi juga mempertanyakan, mengapa PP Muhammadiyah mendekati Joko Widodo saat Tanwir Muhammadiyah di Ambon. “Sampai ada cium tangan jilid satu, apakah masih akan ada cium tangan jilid dua?” ujarnya.
Yasin juga dari PDM Kota Pasuruan lainnya mempertanyakan, mengapa jagonya kalah saat Pilpres 2019. “Apakah karena ada ‘ranjau China’ sehingga doa kami kepada Allah terhalang?’ ujarnya.
Yasin juga menyarankan presiden dan wapres pada Pemilu mendatang dipilih oleh DPR/MPR tanpa melibatkan rakyat secara langsung. “Presiden cukup dipilih legislatif, sementara calon legislatif cukup pilih simbol parpol tanpa gambar caleg,” ujarnya.
“Kami juga kecewa, Pilpres kali ini menimbulkan polarisasi luar biasa di tengah masyarakat,” kata M. Dawam Ichsan dari PDM Kota Probolinggo. Sisi lain, dulu tokoh era reformasi, Amien Rais berharap, Pemilu langsung diharapkan rakyat sulit disuap dengan politik uang (money politics), kenyataannya kebalikannya.
“Justru yang terjadi pada Pemilu 2019, money politics sangat marak. Bahkan terjadi polarisasi sangat tajam di masyarakat, juga di media sosial,” ujar Dawam.
Sebagai ormas yang membidani lahirnya Partai Amanat Nasional (PAN), kata Dawam, PP Muhammadiyah hendaknya meminta agar PAN tidak “membungkuk-bungkuk” mencari jabatan jika kelak berkoalisi. “Tolong PAN diingatkan, lebih baik PAN oposisi,” ujarnya.
Mu’thi menjawab lebih blak-blakan dibandingkan para penanya yang terlihat masih “ewuh-pakewuh”. “Saya dan Ketum PP Muhammadiyah, Pak Haedar Nashir dikatakan sebagai cebong gak masalah, karena kenyatannya kami selalu menjaga agar Muhammadiyah netral secara organisasi,” katanya.
Soal person di Muhammadiyah beda pilihan itu hak masing-masing orang. “Soal Pak Yatno dari PP Muhammadiyah yang menjadi Tim Sukses 02, PP Muhamamdiyah hanya mengizinkan, bukan menugaskan,” ujar Mu’thi.
Yang jelas, PP Muhammadiyah tidak pernah menyerukan dukungan terhadap 01 atau 02. “Saya dicebong-cebongin, gak marah. Namanya info di medsos itu banyak yang mencos. Ngerti kan ‘mencos’ atau melenceng,” katanya.
Di akhir tanya-jawab dengan Mu’thi tiba-tiba ada pengurus PDM tanpa menyebutkan namanya, bertanya, “Pak Mu’thi apa ditawari jabatan menteri?”
Dengan senyum Mu’thi menjawab, “Benar, saya ditawari Menpora alias ‘temen opo ora’?” Jawaban Mu’thi disambut ketawa terbahak-bahak hadirin.
Masih terkait kegaulauan warga Muhammadiyah pasca Pilpres, Mu’thi pun “menantang” warga Muhammadiyah kalau masih ada ganjalan. “Silakan tanya langsung via HP saya, pasti saya jawab. Kalau tidak saya jawab, mungkin paketan saya habis atau saya sedang sibuk,” ujar Mu’thi.
Sebelum sesi tanya-jawab di ruang pertemuan PKK di belakang pendopo, Mu’thi pun memberikan taushiyah kepada para PDM dari sembilan daerah, kader Muhammadiyah, dan Aisyiyah di pendopo. Tampak hadir Bupati Lumajang, Thoriqul Haq dan Wabup Indah Amperawati, juga Sekum PWM Jatim, Tamhid Masyhudi.
Dalam kesempatan itu Mu’thi juga menyinggung pasca bertemunya Prabowo dengan Jokowi di MRT, Lebak Bulus, Jakarta. “Kata Pak Haedar (Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, Red.) bertemunya Pak Prabowo dengan Pak Jokowi menunjukkan kedewasaan berpolitik,” ujarnya.
Mu’thi pun lebih banyak memuji pasangan Bupati-Wabup Lumajang yang berasal dari partai yang berbeda. “Pak Thoriq dari PKB, Bu Indah dari Gerindra yang di pusat berseberangan tetapi di Lumajang bergandengan. Bahkan Pak Thoriq yang komandan Banser dari NU, Bu Indah dari Muhammadiyah,” ujarnya.
Mu’thi menyinggung persoalan sebagian pendukung 01 dan 02 yang tidak gampang ‘move on’ pasca Pilres 2019. “Di Indonesia pindah-pindah partai itu hal biasa, tetapi kalau pindah agama jadi ramai dibicarakan. Padahal di Australia, pindah agama biasa tetapi mereka bertanya, kok bisa ada orang pindah-pindah partai seperti di Indonesia?” katanya. (isa)
Advertisement