Pasca Lebaran, Kasus Covid-19 Kota Surabaya Melonjak
Apa yang ditakuti oleh Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terkait ancamam peningkatan kasus virus corona atau Covid-19 terbukti. Sesuai masa inkubasi virus 14 hari terhitung sejak hari lebaran, angka positivity rate di Kota Pahlawan meningkat, mencapai 9 persen di atas batas kasus yang terkendali, sebesar 3 persen.
"Positivity rate kami ada kenaikan memang tidak signifikan, biasanya 90-98 (kasus) sekarang kasus aktifnya pernah 110 tapi turun lagi 105. Memang naik tapi masih dalam batas wajar," kata Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, usai kunjungan kerja di Taman Anggrek, Surabaya, Kamis 3 Juni 2021.
Peningkatan kasus ini dirasa wajar, karena tak sedikit warga Surabaya yang nekat melakukan mudik sebelum diberlakukannya larangan mudik secara serentak oleh pemerintah.
Tak hanya itu, pada saat hari raya masih ada saja warga yang nekat pula untuk melakukan kunjungan keluarga atau ke tetangga. Padahal, situasi pandemi belum usai dan Surabaya memiliki sejarah pilu peningkatan kasus yang signifikan saat lebaran 2020 tahun lalu.
Untuk itu, kata Eri, Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya bersama TNI dan Polri telah melakukan koordinasi untuk melakukan operasi penegakan disiplin protokol kesehatan di masyarakat.
"Kami harus gotong royong agar kasusnya bisa berkurang. Sekarang Surabaya sudah zona oranye (risiko penularan sedang) harus ditekan lagi biar jadi hijau (risiko penularan rendah). Saya juga pesan walau sudah vaksin prokesnya tetap dijaga agar Surabaya bisa bebas Covid," pungkas mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu.
Sementara itu, ditemui terpisah Kepala Dinkes Surabaya, dokter Febria Rachmanita mengatakan, kenaikan yang terjadi memang masih belum tampak signifikan. Walau angka positivity rate memang di atas batas normal.
"Kenaikan ada tapi masih terkendali biasanya 16 sekarang naik 20-21. Positivity rate kami 9 persen, harusnya memang di bawah 5 persen tapi ini masih terkendali," kata wanita yang akrab disapa Feny itu.
Walau ada peningkatan, ia mengaku bahwa Bed Occupancy Rate (BOR) masih 14 persen jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 60 persen.