Pasca Diculik Bocah Ini Jadi Pendiam
Oleh: Djono W. Oesman
Malika (6) yang 27 hari diculik Iwan Sumarno (43) kini pendiam. "Kalo gak ditanya enggak jawab. Dulu bawel sekali," ujar ibunda Malika, Onih (42). Apakah Malika dipekosa penculik?
----------
Polisi memastikan, dari hasil visum et repertum di RS Bhayangkara, Jakarta Timur, Malika tidak ada bekas diperkosa.
"Tidak bekas perkosaan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan kepada pers, Rabu (4/1).
Hasil visum, pada bagian pinggang Malika ada luka memar. Berdasar kesimpulan polisi, itu bekas tendangan. Juga, bibir Malika bengkak, yang pengakuan Malika kepada polisi: Karena disentil dengan jari Iwan.
Sedangkan, Onih tidak berani menanyakan soal kemungkinan perkosa ke Malika. Ngeri. Mungkin ngeri, seandainya Malika pernah diperkosa.
Tapi, Onih ngobrol banyak dengan Malika di RS Bhayangkara, Kramatjati, Jakarta Timur. Dan,hasil obrolan itu diceritakan kepada wartawan.
Saat pertama kali Onih bertemu Malika pasca penculikan, pada Selasa (3/1) pagi. Setelah polisi menangkap Iwan Sumarno dan membebaskan Malika pada Senin (2/1) tengah malam di Tangerang.
Saat pertama kali bertemu, Malika bilang ke ibunda, bahwa dia capek.
"Apanya yang capek, nak?"
"Kaki pegel."
"Kenapa kok capek?"
Setelah diam beberapa saat, Malika cerita, dia selalu diajak jalan oleh penculik Iwan yang pemulung. Jalan keliling, keluar-masuk gang mencari barang bekas.
Onih kepada wartawan mengatakan, jawaban Malika terlalu lambat. Seperti mikir dulu, atau mengingat-ingat dulu, sebelum bicara. Kondisi itu bukan karakter Malika semula.
Onih: "Sebelumnya, Dia anak yang cepat bicara. Belum ditanya dia sudah nyerocos bicara. Dan, bicaranya cepat. Ini lebih banyak diem."
"Kamu diajak jalan ke mana, kok capek?"
"Jauh, ke pasir-pasir."
"Kok, ke pasir?"
"Iya, ke rumah-rumah, ke pasar, muter terus."
Pengakuan Malika itu cocok dengan kondisi sandal yang diamati Onih. Sejak diculik sampai ketemu, pakaian Malika tetap sama, termasuk sandal, yang alasnya jadi tipis. Tanda, banyak jalan kaki.
Onih sampai Rabu (4/1) belum ketemu pelaku yang ditahan di Polres Jakarta Pusat. Tapi dia kelihatan marah terhadap pelaku.
Onih: "Saya mau ia (pelaku) sepantesnya dapat hukuman, karena misahin saya dengan anak sudah cukup lama. Mau sampai ke mana pun juga, ia harus mendapatkan hukuman, dengan apa yang dia lakukan."
Setelah ketemu Malika, Onih merasa lega. Tapi, dia tidak berani bertanya mengarah ke seksual. Usia Malika hampir enam tahun, akan masuk SD.
Kecurigaan ke arah seksual, sebab Iwan adalah bekas narapidana tujuh tahun penjara, karena memperkosa anak kecil di Jakarta Utara.
Berdasarkan sidang putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 15 Juli 2014, Iwan dinyatakan terbukti bersalah. Ia divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 60 juta Sub 6 bulan penjara.
Hakim: "Menyatakan terdakwa terbukti bersalah. Dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak perempuan melakukan persetubuhan dengannya."
Persetubuhan dengan anak, pelaku pria disebut pedofilia.
Brian L. Cutler dalam bukunya, "Pedophilia, Encyclopedia of Psychology and Law" (2008) menyebutkan, pedofilia muncul sebelum atau selama pubertas. Umumnya diketahui setelah pria berusia 16. Dan stabil dari waktu ke waktu. Sampai ia mati.
Brian L. Cutler, doktor psikologi forensik. Pada 2021 ia dianugerahi Penghargaan Jane Bieber Abramson dari Sekolah Hukum Pritzker, Universitas Northwestern di Evanston, Illinois, Amerika Serikat, atas konsultasi dan kesaksian ahlinya dalam kasus hukuman yang salah. Ia dosen pasca-sarjana di beberapa universitas di AS.
Disebutkan, pelaku pedofilia pengidap DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders). Intinya, kelainan psikologi. Pria dewasa yang hanya ingin berhubungan seks dengan anak-anak. Batasan anak-anak di sini 13 tahun ke bawah, termasuk bayi.
Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani. Pais berarti anak. Philia berarti cinta atau bersahabat.
Diketahui para ahli, dan dinamai pedofilia, sejak awal abad ke-19 di AS. Kasusnya di sana ditemukan pada dekade 1970-an.
Penyebab belum diketahui pasti. Namun beberapa pakar (termasuk Dr Cutler) berpendapat, terkait dengan salah asuh di waktu pelaku masih kanak-kanak.
Salah asuh artinya ada dua:
1) Dididik dengan kekerasan fisik dan atau psikologis oleh ortu. Fisik berarti pukulan, tendangan, tamparan. Psikis berarti celaan, intimidasi, hinaan. Walaupun, tujuan ortu sebenarnya baik. Demi mendisiplinkan atau membangkitkan semangat juang anak.
2) Pernah jadi korban pelecehan seksual, yang umumnya dilakukan pria dewasa homoseksual.
Akibat masa kanak-kanak seperti itu, pria setelah dewasa mengalami tidak percaya diri. Down. Takut berhubungan seks dengan wanita dewasa. Lalu berkelit sebagai kompensasi. Memilih berhubungan seks dengan anak-anak yang dianggap tidak berdaya.
Juga, sebagai luapan dari endapan psikologis yang dulu (di masa kecil) sangat tertekan. Semacam tindakan balas dendam.
Pelaku pedofil dianggap kejahatan sadis di aturan hukum seluruh dunia. Tapi, Iwan Sumarno tidak terbukti memperkosa Malika. Masih disidik polisi.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin kepada pers, Rabu (4/1) menyatakan, Iwan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Menjerat Iwan dengan Pasal 330 ayat 2 tentang penculikan anak di bawah umur dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 9 tahun penjara.
Kini proses penyidikan. Jika terbukti Iwan mengeksploitasi Malika, maka bakal dikenakan pasal berlapis. Atau, ditambahi Pasal 88 jo 76 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Dalam penyidikan, menurut Kombes Komarudin, tersangka Iwan berbelit-belit. Masih belum terungkap motif penculikan.
Komarudin: "Tersangka cuma mengaku sayang sama Malika. Ingin dekat dengan Malika."
Seumpama pengakuan Malika kepada ibunda, bahwa Malika selalu diajak tersangka jalan keliling memulung, sebenarnya Malika cuma jadi beban tersangka. Karena, pastinya jalan kaki Malika lebih lamban dibanding Iwan. Dan, itu mengurangi volume barang pulungan.
Kasus ini bakal terungkap jelas di persidangan kelak. (*)