Senjakala Pasar Tunjungan Surabaya
Upaya Pemerintah Kota Surabaya 'menghidupkan' kembali Jalan Tunjungan Surabaya, seakan kontras dengan pusat perniagaan tradisional yang berada di sekitar jalan bersejarah tersebut, yakni Pasar Tunjungan.
Pasar Tunjungan ini berada tepat di Jalan Embong Malang, persis di seberang raksasa pusat perbelanjaan Tunjungan Plaza yang tinggi menjulang itu.
Namun, seakan kontras dengan sekelilingnya, pasar yang sudah ada sejak akhir 1970 an ini, sekarang jadi gedung terbengkalai, tak diperhatikan, begitu pula nasib pemilik stan dan pedagang di pasar tersebut.
Salah satunya adalah Johniel Lewi Santoso, pemilik sebuah kios atau stan di Pasar Tunjungan ini begitu prihatin dengan kondisi bangunan pasar yang berdiri di lahan sekuas satu hektare ini.
Johniel mengaku tiap bulannya, ia rutin membayar baiaya retribusi sebesar Rp 1.100.000, untuk satu kios. Sementara pedagang yang lain, beragam, ada yang membayar Rp4 juta hingga Rp7 juta, tergantung dari besaran kios yang dimiliki.
Kendati rutin membayar, nyatanya hal itu tak diiringi dengan fasilitas yang layak bagi para pedagang. Johniel menyebut, pasar ini bahkan terkesan kumuh.
"Sangat kumuh, tempat ini sekarang jadi sarang hewan tikus, kucing, ini tidak layak untuk tempat berdagang," kata Johniel saat ditemui, Kamis, 3 Januari 2019.
Benar saja, saat memasuki bangunan setinggi tiga lantai ini, udara pengap pun langsung menyambut. Berjalan ke arah dalam, nampak banyak air menggenang di atas lantai-lantai berdebu.
Hanya ada beberapa stan yang buka, di antaranya ada pangkas rambut, kios rokok, warung makan, dan kantor advertising.
Tak hanya itu, di tangga menuju lantai dua, lampu penerangan pun tak tersedia, perlu hati-hati saat berjalan.
Begitu di lantai dua, selain ada banyak genangan air dan penerangan yang nihil, langit-langitnya mulai terkelupas. Bahkan di satu sisi, lapisan eternit sudah jebol hingga hampir runtuh. Di lantai ini hanya ada satu stan yang bertahan.
Sementara di lantai tiga, lantai kumuh, gelap, genangan air, udara pengap, dan langit-kangit jebol juga melanda, sama seperti kantai dua. Bedanya, di lantai teratas ini tak ada satupun kios yang buka.
Begitu juga dengan fasilitas umum lain, seperti toilet, yang entah di mana keberadaanya. Johniel menyebut, segari-harinya para pedagang bahkan sering kali numpang di toilet stannya.
Soal lahan parkir, lain lagi. Jika anda pernah berkunjung ke festival Mlaku-mlaku Nang Tunjungan tiap bulannya, masyarakat Surabaya pasti tak sadar bila lahan tempat terparkirnya kendaraan pengunjung adalah lahan Pasar Tunjungan.
Bila di hari-hari biasa, sama saja, tampak depan pasar ini memang dipadati dengan kendaraan bermotor. Namun, yang miris bagi Johniel, kendaraan itu hanyalah milik pengendara yang nitip parkir.
"Mereka yang parkir bukan mau ke pasar ini, mereka itu karyawan di sekitar sini, ya kita semua tahu lah," kata dia.
Buntunya, para pedagang yang memang sehari-harinya beraktifitas di pasar ini jadi terganggu dan kesulitan memarkir kendaraannya, begitu pula para pengunjung.
Di sisi luar, tak ada plang atau penanda apapun yang menunjukan bahwa gedung tersebut adalah Pasar Tunjungan. Di dinding gedung hanya ada dua papan reklame berukuran besar.
Mangkraknya pasar ini, kata Johniel sudah berlangsung sejak belasan tahun lalu. Selama itu pula tak ada sedikitpun upaya Pemkot Surabaya untuk merevitalisasi pusat niaga ini.
Bahkan, di awal 2018 lalu Pemerintah Kota Surabaya melalui PD Pasar Surya Surabaya malah menambah beban para pedagang dengan memberikan kewajiban pembayaran PPN sebesar 10 persen bagi para pedagang tiap bulannya.
Upaya komunikasi ditempuh para pedagang melalui wadah Perkumpulan Pedagang Pasar Tunjungan (P3T). Johniel yang menjabat sebagai sekretaris, mengaku telah berkirim surat ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, belasan kali.
"Kami sudah komunikasi mengirim surat ke wali kota, namun tak digubris," kata Johniel.
Surat-surat itu berisi hal yang sama, yakni perihal revitalisasi Pasar Tunjungan Surabaya yang dijanjikan Pemkot Surabaya, sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) nomor 51/G/2016/PTUN.SBY sejak 2016 lalu.
"Namun hingga kini, yang diterima pedagang hanyalah janji-janji revitalisasi, padahal ini soal kesejahteraan pedagang pasar dan masyarakat Surabaya," ujarnya.
Johniel menyebut, terbengkalainya satu aset gedung pasar milik Pemkot Surabaya ini adalah ulah Direksi PD Pasar Surya sendiri, baik oleh mantan pejabat maupun pimpinan Plt nya.
Ia berharap, Risma mau membuka mata dan hati nuraninya untuk mau melihat langsung keadaan juga kenyataan yang terjadi di Pasar Tunjungan Surabaya. (frd)