Pasangan Tertua, 38 Tahun Berhubungan Tanpa Pernikahan Resmi
Kaget setengah mati, bak mendengar petir di siang bolong, pasangan suami-istri Suratman Hamami, usia 74 tahun dan Siti Mudayah, usia 61 tahun, akhirnya mendapatkan buku nikah secara resmi. Mereka jelas merasa kaget karena sudah menikah selama 38 tahun, namun baru punya buku nikah sekarang.
Suratman dan Siti menikah pada 1974, silam. Naas bagi kedua pasangan itu, ketika Suratman meminta buku nikah, ternyata ia beserta istri belum terdaftar di Kantor Kelurahan, Wajak, Kabupaten Malang.
"Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian saya juga gagal pula karena ternyata penghulu yang menikahkan saya meninggal dunia," tuturnya pada Jum'at 8 November 2019.
Alhasil biduk rumah tangga pasutri tersebut harus mereka jalani dalam status pernikahan siri. "Tapi cinta saya ini rahmatan sudah dari hati. Kasih sayang itu dari hati dan hati saya untuk dia dan sebaliknya. Bahkan sampai sekarang sampai saya punya tiga cucu," tutur Suratman.
Dalam rentang waktu 38 tahun mereka berjibaku dengan urusan legalitas dari negara seperti mengurus Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, namun mereka menolak getir.
"Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian saya juga gagal pula karena ternyata penghulu yang menikahkan saya meninggal dunia," ucap Suratman dengan teguh.
Penantian pasutri tersebut akhirnya menemukan muaranya, setelah mereka melakukan akad pada acara nikah massal di Pendopo Bupati Malang. Kedua pasangan itu tersenyum. Mereka berangkulan.
"Akhirnya saya menikahi Siti secara resmi. Semoga pernikahan kami nanti menjadi berkah bagi anak-anak kami, bisa dipermudah mengurusi KTP dan KK atau bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)," tutup Suratman.
Pasangan suami-istri Suratman Hamami, yang sudah berusia usia 74 tahun dan Siti Mudayah, usia 61 tahun menjadi salah satu pasangan di antara ratusan yang siang tadi mengikuti nikah massal di Pendopo Bupati, Malang, di Jalan Kiyai Haji Agus Salim. Acara nikah massal ini berlangsung meriah. Sebelum menuju tempat akad di Pendopo Bupati sebanyak 283 pasutri diarak menggunakan mobil Jeep kuno dari alun-alun.
Mulai dari alun-alun mereka disuguhkan berbagai macam hiburan seperti tarian dari Reog hingga tarian Sajojo, lengkap dengan baju adat masing-masing. Selepas itu ratusan pasutri tersebut turun dari mobil dan berjalan diiringi tarian itu menuju Pendopo Bupati.
Ketua Panitia Nikah Massal, Zaenal Saifudin beralasan arak-arakan ditujukan agar menyadarkan masyarakat agar tidak malu atau berpikir bahwa nikah massal itu rumit dalam mengurus administrasinya.
"Makannya kami arak-arak, ini supaya banyak yang tahu, soalnya kan dilihat warga juga. Terus nantinya harapannya bakal banyak yang berkeinginan untuk nikah massal," tuturnya pada Jum'at 8 November 2019.
Zaenal melanjutkan pihak panitia juga sudah menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan prosesi pernikahan mulai dari akad, penghulu sampai buku nikah.
"Jadi ini ada enam agamanya, yang satunya ialah kepercayaan. Jadi nanti setelah dinikahkan mereka akan kami beri seperangkat alat sholat dan buku nikah langsung," terangnya.