Pasal Perzinahan RUU KUHP, Akan Berdampak Pada Wisatawan Asing
Pasal yang mengatur tentang perzinahan, kohabitasi dan kumpul kebo dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang telah disahkan, dirasa akan berdampak bagi sektor perhotelan dan pariwisata di Indonesia.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, Dwi Cahyono mengatakan, aturan baru dalam pasal tersebut akan sangat berdampak pada wisatawan asing. Pasalnya, saat ini sudah banyak media asing yang mengulas mengenai aturan tersebut.
"Sekarang sudah berdampak, ini memang masih rencana tapi sudah banyak media asing yang mewarning jangan ke Bali dan lainnya. Karena sekarang tidak diperkenankan pasangan menginap dihotel apabila bukan suami istri," kata Dwi saat dihubungi Ngopibareng.id.
Lanjutnya, dampak paling nyata dari pasal perzinahan yang ada di RUU KUHP ialah kunjungan wisatawan asing. "Terutama Bali ya, tempatnya wisatawan asing akan sangat berdampak," tambahnya.
Dalam pengawasannya nanti, pihaknya juga masih kebingungan. Sebab kenyataan di lapangan tidak semudah itu untuk melakukan kroscek pada pasangan yang menginap di hotel sudah menikah atau belum.
Ia pun mencontohkan, misalnya begini ada pasangan suami istri yang sudah menikah tapi tinggalnya berjauhan, KTP tidak sama dan tidak selalu membawa buku nikah. Atau ada pula pasangan yang menikah siri, inikan tetap sah menurut agama meskipun belum sah secara negara. "Kondisi-kondisi ini yang membuat kami kebingungan di lapangan," terangnya.
Dwi menegaskan, bukan berarti pihaknya menyetujui adanya perzinahan akan tetapi ranah yang diatur ini terlalu privat dan sensitif.
"Bukan berarti kami menyetujui perzinahan. Tidak ya, kecuali hotel hotel yang memang digunakan untuk hal tersebut kami tidak wadahi di PHRI. Karena ini yang diatur terlalu private," jelasnya.
Pihaknya pun berharap, adanya pasal perzinahan dalam RUU KUHP tersebut ditinjau ulang. Sebab, aturan ini akan sangat membatasi dan berdampak pada sektor pariwisata dan perhotelan. "Untuk tinjauan kembali tersebut PHRI pusat sudah mengajukan pada DPR," tandasnya.
Untuk diketahui, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tetap melarang perbuatan zina dan kohabitasi atau kumpul kebo. Akan tetapi, Satpol PP tidak bisa asal menggerebek.
Dalam naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022 yang diakses dari laman https://peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html, tindakan zina bisa diusut bila ada aduan dari pihak yang dirugikan. Pelanggar bisa dipenjara maksimal 1 tahun seperti diatur di Pasal 411.
"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinahan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal 411 ayat (1) RKUHP.