Partai Gerindra Tak Setuju Kejaksaan Agung Tolak CPNS LGBT
Ombudsman Republik Indonesia mendapat sejumlah laporan mengenai diskriminasi pada seleksi calon pengawai negeri sipil (CPNS) 2019, termasuk pada orang yang memiliki orientasi seksual LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Dikutip dari laman resmi rekrutmen.kejaksaan.go.id, terdapat persyaratan khusus di mana peserta yang mendaftar CPNS pada sejumlah formasi tidak boleh memiliki orientasi seksual yang dianggap menyimpang alias LGBT.
Selain itu ada juga persyaratan yang mengharuskan pendaftar tidak boleh bertato dan bertindik untuk laki-laki. Peserta juga tak boleh memiliki cacat mental.
Ketentuan serupa juga berlaku bagi formasi khusus penyandang disabilitas yang dibuka untuk jabatan pengolah data perkara dan putusan, serta jabatan pranata barang bukti.
Untuk formasi umum seperti dokter ahli pertama dan jaksa ahli pertama, bahkan syarat bagi peserta harus memiliki postur tubuh ideal dengan standar Body Mass Index (BMI) sekitar 18 sampai 25.
Menggapi permasalahan tersebut, akun Twitter Partai Gerindra justru menuai heboh. Pasalnya, admin mencuitkan ketidaksetujuannya dengan penolakan Kejaksaan Agung terhadap CPNS dengan orientasi seksual menyimpang.
Menurut Gerindra, pelarangan itu bertentangan dengan sila pertama dan kedua Pancasila.
"Yang terhormat @KejaksaanRI, kami tidak setuju dengan keputusan penolakan Kejaksaan Agung terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dengan orientasi seksual LGBT. #SuaraGerindra," demikian kicuan akun Twitter @Gerindra.
Penolakan yang dilakukan terhadap kaum LGBT sebagi CPNS oleh @KejaksaanRI sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab. #SuaraGerindra."
Partai Gerindra menjelaskan bahwa seluruh warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban. Termasuk kalangan LGBT.
Kewajiban bagi kalangan LGBT adalah menghormati dan mematuhi hukum serta nilai-nilai Pancasila. Mengenai hak, Gerindra menyebut LGBT berhak mendapatkan semua hak sebagai warga negara.
"Satu-satunya hak yang tidak mereka peroleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan perilakunya bersama dan kepada masyarakat umum," demikian kutipan dari @Gerindra.
LGBT juga dinilai berhak mendapatkan pekerjaan yang layak. Gerindra merujuk pada Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945.
Gerindra menyayangkan ketika Kejaksaan Agung tidak memahami hak warga negara seperti diatur dalam konstitusi. Menurut mereka, Kejaksaan Agung telah merampas hak warga negara yang diatur dalam UUD 1945.
"@KejaksaanRI sebagai salah satu lembaga hukum seharusnya sangat memahami dasar hukum terhadap masalah penolakan LGBT menjadi CPNS ini. #SuaraGerindra."
Meski demikian, Gerindra membantah jika dianggap mendukung kalangan LGBT. Masih dalam akun Twitter yang sama, Gerindra menegaskan bahwa konteks pembicaraan adalah soal sikap Kejaksaan Agung yang merampas hak warga negara.
"Kami tidak mendukung LGBT, tapi harus memahami konteksnya. Penolakan yang dilakukan oleh @KejaksaanRI telah melanggar hak atas pekerjaan yang terkandung dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. #SuaraGerindra."