Partai Demokrat Catat 4 Kelemahan Perpu Cipta Kerja
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mencatat ada 4 kelemahan Peraturan Pemerintauh (Perpu) Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja.
“Tentang revisi Undang-Undang Cipta Kerja, Partai Demokrat konsisten. Sejak awal, kami tegas menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Kami walk-out pada sidang paripurna DPR RI, 5 Oktober 2020 lalu. Karena selain cacat secara formil, materi UndangUndang ini juga cacat secara materiil,” tegasnya dalam pernyataan politik 12 Januari 2023.
Menurut AHY, Partai Demokrat mencatat setidaknya ada 4 kelemahan. Pertama, UU Ciptaker tidak memuat substansi hukum dan kebijakan yang mengandung kegentingan memaksa.
Kedua, UU Ciptaker berpotensi memberangus hak-hak buruh di tanah air. Ketiga, Partai Demokrat mempertanyakan prinsip keadilan sosial (social justice) dari UU Ciptaker ini, apakah sesuai konsep ekonomi Pancasila, ataukah justru sangat bercorak kapitalistik dan neo-liberalistik.
Keempat, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel.
Ternyata, lanjut AHY, sikap kritis Partai Demokrat itu akhirnya terbukti. Pada tanggal 26 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hasil uji materiil (judicial review) atas UU Ciptaker ini, sebagai “inkonstitusional bersyarat”. Putusan MK ini mengonfirmasi pandangan dan sikap Demokrat.
Amar putusan MK ini jelas dan terang. Menghendaki perbaikan UU Ciptaker yang melibatkan masyarakat, melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Perbaikan yang mewadahi aspirasi rakyat dan hak-hak kaum buruh; juga sejalan dengan agenda pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Tetapi pemerintah justru menjawab putusan MK dengan mengeluarkan Perppu No.2 Tahun 2022.
“Jadi, saya tegaskan kembali bahwa Partai Demokrat menolak dikeluarkannya Perppu Ciptaker. Perppu seharusnya hanya digunakan untuk keadaan genting dan memaksa. Padahal, tidak ada situasi yang sangat memaksa agar revisi peraturan ini cepat terbit,” tegas putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Sebenarnya, lanjut AHY,. Pihak MK memberikan waktu dua tahun untuk melakukan perbaikan, sebelum UU Ciptaker ini batal permanen. Wajar, jika banyak elemen masyarakat sipil yang juga tidak setuju; menilai langkah ini sebagai pembangkangan dan pengkhianatan terhadap konstitusi.
Menurut AHY, ada yang berpendapat, justru satu-satunya situasi genting saat ini adalah hilangnya semangat berdemokrasi. Juga minimnya etika dan moralitas dalam sistem ketatanegaraan kita.
Sekarang, lanjut AHY, kita mendengar masyarakat dan kaum buruh berteriak lagi, menggugat keputusan pemerintah ini. Mereka menggugat materi lama terkait skema upah, cuti, outsourcing, aturan PHK, tenaga kerja asing, dan banyak hal problematis lainnya.
“Partai Demokrat meminta pemerintah kembali berpikir jernih. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan melayani kepentingan segelintir golongan. Jangan sampai kepentingan bisnis tertentu mengalahkan kepentingan hajat hidup yang lebih besar; berdampak pada kondisi sosial-politik, lingkungan dan ekonomi masyarakat kita,” imbuhnya.