Parpol Beri Pendidikan Pendidikan hanya Jelang Pemilu
Pendidikan politik di negeri ini tidak bisa hanya mengandalkan partai politik (parpol) peserta pemilihan umum (pemilu). Sebab, biasanya parpol-parpol itu baru bergerak mengedukasi kader dan anggotanya menjelang Pemilu. Karena itu media diminta berperan ikut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas.
Hal itu diungkapkan Ketua Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, Machmud Suhermono yang menjadi nara sumber dalam diskusi yang digelar KPU Kota Probolinggo bersama wartawan, PPK, dan PPS di Resto Tenda, Beejay Bakau Resort (BJBR), Probolinggo, Sabtu malam, 23 Desember 2023.
“Saya prihatin masih sedikit parpol yang memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas. Kebanyakan parpol memberikan pendidikan politik bagi kader dan konstituennya menjelang dan saat pemilu, setelah itu dibiarkan atau dilupakan,” ujar Abah Machmud, panggilan akrab Machmud Suhermono.
Padahal jika masyarakat melek (mengerti) politik tentu sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pemilu yang langsung, umum, bersih, jujur, adil (luberjurdil) dan bermartabat.
Abah Machmud menekankan, wartawan dituntut ikut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas. “Karena fungsi pers sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40/1999 di antaranya fungsi infomasi dan fungsi edukasi,” katanya.
Memang dalam praktinya di lapangan, ada kendala semisal, anak-anak milineal (generasi Z) tidak memperoleh informasi dari membaca, mendengarkan, atau menyaksikan media. Mereka dengan gadgetnya, lebih banyak memperoleh info dari media sosial.
Abah Macmud menunjukkan data, jumlah pemilih pada Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222, seperempat di antaranya (25%) adalag generasi Z. Tentu kalangan milenial ini tidak bisa diabaikan kepentingan dalam pemilu.
“Anda yang berkecimpung di media bisa menyiasati dengan cara mengunggah produk media ke media sosial biar generasi milenial ini membacanya,” katanya.
Terkait politik, media harus bersikap independen dan tidak condong terhadap kepentingan parpol tertentu. Memang seperti ditanyakan peserta diskusi, menjadi repot ketika pemilik media yang notabene ketua atau fungsionaris parpol tertentu ikut campur tangan ke dalam “ruang redaksi” (news room).
“Kami menyadari di era pers konglomerasi seperti sekarang, independensi wartawan benar-benar diuji luar-dalam,” katanya.
Justru kepercayaan (trust) publik dipertaruhkan, apakah media itu tetap menyuarakan aspirasi masyarakat luas atau cenderung kepada kepentingan pemilik modal (perusahaan) pers.
Sementara itu, Radfan Faisal, Komisioner KPU Kota Probolinggo Divisi Sosialiasi Pendidikan Pemilih (Sosdiklih),
Partisipasi Masyarakat (Parmas), dan Sumber Daya Manusia (SDM) menyampaikan jadwal dan tahapan pemilu. “Kami sudah merekrut PPK dan PPS. Mereka mulai bekerja keras dan rapat hingga pukul 02.00 terkadang menjelang subuh,” katanya.
Sementara itu komisioner KPU setempat, Radfan mengaku prihatin di masa kampanye ini masih banyak Alat Peraga Kampanye (APK) yang dipaku di pohon-pohon. Yang juga harus diperhatikan, parpol jangan memasang APK berdekatan dengan tempat ibadah, fasilitas pendidikan, hingga kesehatan. “Jaraknya minimal 15 meter,” katanya.
Terkait kampanye dalam bentuk rapat umum, Radfan mengatakan, bukan rahasia lagi diikuti anak-anak, yang seharusnya tidak diperlolehkan (dilarang). Mereka datang tentu saja karena diajak oleh orangtuanya. “Sampai terpikir dalam benak saya, apa sebaiknya ada penitipan anak di dekat tempat kampanye,” ujar alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.
Advertisement