Parlemen Soroti Penerapan Tata Ruang Surabaya
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya menyoroti implementasi Perda Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya yang selama ini dinilai kurang berpihak kepada warga.
Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya Visensius Awey mengatakan kalau pemerintah kota menyusun Perda RTRW untuk 20 tahun, tentunya ada rencana kalau kawasan mana saja yang menjadi kawasan terbuka hijau atau konservasi.
"Kalau suatu lokasi diplot menjadi ruang terbuka hijau, kemudian dikunci dalam perda RTRW. Artinya pemerintah punya tanggung jawab secara kelembagaan akan menyelesaikan persoalan itu dalam 20 tahun," katanya, Senin 12 Februari 2018.
Menurut dia, ketika pemkot ingin mewujudkan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) dengan komposisi 30 persen dari total wilayah di Surabaya berdasarkan RTRW, maka pemkot perlu melakukan pembebasan lahan milik warga secara bertahap.
Untuk memebaskan lahan, lanjut dia, pemkot perlu mengeluarkan anggaran yang bersumber dari APBD Surabaya. Agar APBD tidak terkuras untuk pembebasan lahan, tentunnya perlu ada terobosan dari pemkot untuk pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) lainnya.
"Bisa saja PAD lainnya itu bisa digali khusus untuk pemebabasan lahan secara bertahap selama kurun waktu 20 tahun," katanya.
Selama ini, lanjut dia, banyak lahan milik warga yang masuk lahan konservasi, khususnya di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) yang tidak bisa dipergunakan atau dialihfungsikan karena telah dikunci dalam perda RTRW.
"Jadi janganlah perda RTRW digunakan sebagai senjata untuk menyandra tanahnya warga," ujarnya.
Jika pemkot berani menyatakan menyiapkan RTRW untuk 20 tahun, lanjut dia, maka pemkot harus bertanggung jawab selama 20 tahun juga secara bertahap membebaskan lahan yang masuk kawasan konservasi setiap tahunnya.
Ia mengatakan munculnya permasalahan Perda RTRW ini berdasarkan dari keluhan warga saat kegiatan reses dan juga berdasarkan pengamatan dan permasalahan yang ada selama ini. (ant)