Parlemen Setuju Perdana Menteri Irak Lengser
Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi secara resmi mengajukan pengunduran dirinya ke Parlemen pada Sabtu, 30 November 2019. Pengunduran diri Adel Abdul-Mahdi itu dilakukannya menyusul demonstrasi anti-pemerintah dan kerusuhan yang melanda Irak dalam dua bulan terakhir.
Sontak pernyataan pengunduran ini disambut gembira oleh para pengunjuk rasa yang berkumpul di Lapangan Tahrir, Baghdad, Irak.
Demonstrasi menyebar dari pusat kota Baghdad lalu menyebar ke Mosul dan berbagai daerah lainnya. Di Mosul, ratusan siswa berpakaian serba hitam melakukan aksi demonstrasi sebagai ungkapan duka para pedemo yang telah berjatuhan.
Parlemen Irak akhirnya menyetujui pengunduran diri Adel Abdul-Mahdi pada Minggu, 1 Desember 2019.
Menurut sumber rumah sakit PBB, berbagai demo dan kerusuhan yang terjadi di penjuru Irak telah menyebabkan 420 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka. Para pedemo menuduh seluruh elit penguasa tidak kompeten, korupsi, dan tunduk pada asing.
Gerakan protes di Irak ini adalah yang terbesar sejak invasi Amerika Serikat pada 2003 yang berujung kejatuhan rezim Saddam Hussein dan menerapkan sistem demokrasi di negara kaya minyak itu.
Para pedemo menumpahkan kemarahan mereka pada Iran yang tampak memiliki pengaruh besar atas Irak. Kemarahan itu ditunjukkan melalui aksi membakar kantor konsulat Iran.
Aksi unjuk rasa besar-besaran merebak di seluruh Irak sejak 1 Oktober. Mereka menuntut langkah konkret pemerintah untuk menekan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan memberantas korupsi.
Menurut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Irak adalah penghasil minyak bumi kedua terbesar di dunia. Namun, berdasarkan telaah lembaga non-pemerintah Transparency International, mereka menempati urutan ke-12 negara terkorup di dunia.