Parah! Ternyata Tenaga Kerja Cina Sudah Masuk ke Pedalaman, Jarah Bahan Tambang
"Masyarakat merasa tidak puas dan dibohongi oleh perusahaan-perusahaan tempat warga negara Cina itu bekerja karena yang membawa alat berat dan melakukan proses produksi semuanya pekerja dari Cina. Tidak ada tenaga kerja lokal yang terlibat dalam proses produksi, bahkan dilarang untuk diikutsertakan. Makanya masyarakat tidak pernah tahu berapa hasil produksi tambang-tambang itu," kata Kepala Kantor Imigrasi Tembagapura Jesaja Samuel Enock.
Imigrasi: Seratus Warga Cina Bekerja di Nabire
Jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Timika, Papua mensinyalir terdapat seratusan warga negara Cina kini bekerja pada perusahaan-perusahaan tambang emas rakyat di wilayah Kabupaten Nabire tanpa melapor secara resmi kepada instansi terkait.
Kepala Kantor Imigrasi Tembagapura Jesaja Samuel Enock di Timika, Senin, mengatakan dugaan adanya seratusan WN Tiongkok bekerja ilegal di perusahaan tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire itu diketahui berdasarkan laporan dari masyarakat, terutama dewan adat setempat.
"Bukan puluhan orang saja, bisa sampai ratusan orang. Ini sudah berlangsung lama tanpa ada pengawasan," kata Samuel.
Samuel Enock sendiri memimpin tim pengawasan orang asing Kantor Imigrasi Tembagapura yang terdiri atas lima personel mendatangi langsung empat lokasi tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire sejak Jumat 8 Juni dan menemukan sejumlah WN Cina bekerja di lokasi itu.
Empat lokasi tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire tersebut terletak di Kilometer 70, Kilometer 52, Kilometer 38 dan Kilometer 30 ruas Jalan Trans Nabire-Enarotali Paniai. Lokasi itu berada dalam kawasan hutan rimba Papua di wilayah Kabupaten Nabire, perbatasan antara Lagari dengan lokasi air terjun.
"Kami harus jalan masuk lagi sekitar 30 meter ke arah gunung. Kami mendapat laporan dari masyarakat bahwa terdapat lebih dari 10 lokasi tambang emas rakyat di Nabire yang juga mempekerjakan warga negara Cina. Sampai sekarang kami baru bisa jangkau empat lokasi tambang emas rakyat," ujarnya.
Sebanyak 13 dari seratusan warga negara Cina tersebut telah dibawa ke Timika dari Nabire dengan penerbangan Garuda Indonesia pada Minggu 10 Juni siang. Rencananya delapan orang rekan mereka akan menyusul diterbangkan ke Timika pada Rabu 13 Juni.
Samuel mengatakan banyak di antara Cina yang bekerja pada empat lokasi tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire itu kabur ke hutan-hutan saat tim penertiban orang asing Kantor Imigrasi Tembagapura mendatangi lokasi kerja mereka pada Jumat 8 Juni dan Minggu 9 Juni.
"Ada banyak yang lari ke hutan. Kami minta pihak sponsor mereka untuk segera mendatangkan mereka. Operasi penertiban yang kami lakukan memang sifatnya rahasia, kami tidak menggunakan bantuan dari pihak yang lain takut hal ini bocor. Saya hanya bersama lima orang staf," jelas Samuel.
Adapun 13 WN Cina yang telah dievakuasi ke Timika kini menjalani penahanan sementara di ruang detensi Imigrasi Tembagapura guna menunggu pemeriksaan lebih lanjut lantaran masih menunggu pengiriman dokumen keimigrasian mereka oleh pihak penjamin.
Saat pemeriksaan awal di lokasi tambang emas rakyat di Nabire, para pekerja asal Cina tersebut tidak bisa menunjukkan dokumen keimigrasian kepada petugas. Mereka diduga kuat melanggar Pasal 71 jo Pasal 116 jo Pasal 112 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Saat dilakukan penertiban, sejumlah WN Cina tersebut sempat melakukan perlawanan atau tidak mau dibawa oleh petugas.
"Mungkin mereka merasa dibackingi. Mereka memaksa kami untuk membawa ke Kantor Polsek terdekat, namun kami tetap berpendirian tegas bahwa mereka melanggar pidana keimigrasian, bukan pidana umum," jelas Samuel.
Ia menambahkan, masyarakat terutama dewan adat Nabire sangat membantu pengungkapan adanya seratusan warga negara Cina yang diduga menjadi pekerja ilegal pada tambang-tambang emas rakyat di wilayah Papua itu.
"Masyarakat merasa tidak puas dan dibohongi oleh perusahaan-perusahaan tempat warga negara Cina itu bekerja karena yang membawa alat berat dan melakukan proses produksi semuanya pekerja dari Cina. Tidak ada tenaga kerja lokal yang terlibat dalam proses produksi, bahkan dilarang untuk diikutsertakan. Makanya masyarakat tidak pernah tahu berapa hasil produksi tambang-tambang itu," jelas Samuel. (ant)