Parade Surabaya Juang 2019, Risma: Jangan Mudah Dihasut Hoax
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membuka pawai Parade Surabaya Juang 2019. Dalam sambutannya, Risma meminta semua orang di Indonesia, khususnya di Surabaya untuk sama-sama berjuang memajukan Indonesia. Baik dari kalangan rakyat sipil, TNi, Polri, hingga kalangan pesantren.
Ia mengatakan, saat zaman perang kemerdekaan, semua orang ikut terlibat berperang melawan penjajah agar Indonesia bisa merdeka. Mulai dari kalangan pelajar, pedagang, pekerja, hingga alim ulama.
"Dulu itu semua agama dan etnis sama-sama berjuang. Kalangan pesantren juga. Jadi sekarang kita jangan lupa. Harus sama seperti itu. Sama-sama berjuang untuk memajukan Indonesia," kata Risma, Sabtu 9 November 2019 di Tugu Pahlawan Surabaya.
Menurut Risma, zaman dahulu, sesama pejuang tidak membeda-bedakan, yang penting Indonesia merdeka. Tidak ada namanya hasutan untuk membedakan diri dengan agama atau etnis lain.
Karena, kata Risma, jika zaman perang dahulu para pejuang sudah terhasut dengan provokasi untuk membeda-bedakan orang, pasti Indonesia sekarang sudah terpecah belah.
"Makanya itu tiru mereka dulu. Jangan mudah dihasut, jangan mudah terkena hoax. Karena yang buat fitnah dan hoax itu yang mau menghancurkan persatuan negara Indonesia," kata Risma.
Maka dari itu menurut Risma, arek-arek Suroboyo harus mencontoh semangat pejuang kemerdekaan yang pantang menyerang dan tidak kenal putus asa. Sehingga bisa menjadi teladan bagi nusa dan bangsa.
"Kita ini getih-getih (darah-darah) pejuang. Jangan menyerah dan putus asa. Ayo bersatu untuk membawa Surabaya semakin maju. Mari kita lawan kemiskinan dan kebodohan. Ayo tetap berjuang, Merdeka," seru Risma di akhir sambutannya.
Setelah Risma berpidato, acara Surabaya Parade Juang dimulai. Acara dimulai pukul 07.00 WIB persis di depan Kantor Bappeda Provinsi Jawa Timur.
Ribuan orang dengan berpakaian ala pejuang berjajar sembari menenteng berbagai senjata. Bahkan kendaraan tempur jenis Anoa dan Jeep Willys juga terpampang di antara para peserta.
Acara dimulai dengan pembacaan puisi berjudul "Surabaya Bhinneka" oleh sosiawan Leak Kustiya. Setelah itu ada juga teatrikal kolosal suasana perang kemerdekaan di Surabaya. Teatrikal tersebut dibawakan dengan sangat menarik oleh para peserta yang berasal dari komunitas pecinta sejarah dari seluruh Indonesia.
Mereka seakan-akan menjadi pejuang sejati yang sedang berperang dalam pertempuran kemerdekaan Indonesia.
Ada suara-suara tembakan khas perang kemerdekaan, hingga ada dentuman meriam sama seperti saat Belanda menembakan bom ke Kota Pahlawan saat itu.
Pukul 08.00 WIB, dengan mengendarai kendaraan Anoa, Risma, Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana bersama Forpimda Surabaya dan para peserta mulai berangkat menuju garis finish di Taman Bungkul Surabaya.
Tak ayal, kehadiran Risma menjadi daya magnet bagi masyarakat Surabaya yang menonton di pinggir-pinggir jalan. Banyak yang mendekat lalu meminta foto bersama Risma yang berada di atas mobil Anoa.
"Iya iya hati-hati, nggak usah royokan," kata Risma saat melihat masyarakat berebut foto dengannya.
Pertunjukan teatrikal kembali hadir di depan Gedung Siola. Komunitas pecinta sejarah kembali menampilkan ala-ala 'suasana perang' 1945.
Saat iring-iringan Risma dan lainnya sampai di Hotel Majapahit, di atas kendaraan Anoa, Risma berteriak lantang membacakan puisi karya KH. Mustofa Bisri.
"Allahuakbar, Allahuakbar, Surabaya adalah Kota Keberanian, Kota Kebanggaan," teriak Risma menutup puisi yang ia bacakan.
Saat tiba di Perempatan Jalan Bengawan, Risma didampingi oleh Whisnu menerima senjata perang dari perwakilan veteran sebagai simbol penyerahan estafet perjuangan kepada generasi muda.
Parade tersebut ditutup dengan pidato dari Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana. Menurut Whisnu, acara tersebut adalah upaya Pemkot Surabaya untuk membangkitkan semangat persatuan bagi masyarakat Surabaya.
"Kita harus tahu kalau kemerdekaan diraih oleh seluruh elemen bangsa. Acara ini untuk bangkitkan semangat itu. Semangat persatuan," kata Whisnu.
Whisnu mengingatkan, tantangan kedepan yang dihadapi oleh generasi muda lebih berat daripada yang dihadapi oleh para pejuang zaman dahulu.
Di masa depan, masalah yang dihadapi selain persaingan global, adalah masalah intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang berbahaya bagi persatuan bangsa.
"Tantangan baru kedepan lebih berat. Tiga hal itu yang akan dihadapi oleh anak milenial nantinya. Semangat persatuan 10 November 1945 harus tetap dijunjung tinggi," pungkasnya.