Para Penjabat dan Potensi Kecurangan Pemilu di Film Dirty Vote
Sejumlah sosok Pj gubernur, walikota dan bupati, yang disebutkan dalam film Dirty Vote ada potensi kecurangan dan ketidaknetralan Pemilu 2024. Para penjabat di daerah itu berkuasa karena sebagai orang yang dipilih Presiden Joko Widodo.
Adalah pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Andalas, Feri Amsari yang menyebutkan terdapat penjabat gubernur dan bupati/walikota, yang dilihat jumlah daftar pemilihnya sebesar 140 juta suara. Atau jika ekuivalen dengan 50 persen lebih penduduknya.
Peran penjabat gubernur di film dirty vote garapan sutradara Dhandy Laksono itu tentu saja sangat berpengaruh. Apalagi beberapa penjabat tersebut, berkuasa di daerah dengan jumlah penduduknya relatif besar pada Pemilu 2024 ini.
Disebutkan oleh Feri Amsari, di antaranya adalah empat Pj Gubernur. Yaitu Pj Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Mahmudin. Beliau ini pernah menduduki jabatan Kepala Biro Kesekretariatan Presiden. Tahun 2016 dan menjadi Deputi Sekretariat Presiden pada 2021 lalu.
Kemudian Pj Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, sebuah wilayah yang sangat penting. Sebelumnya Heru Budi Hartono menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2017. ”Ini orang yang sering dibicarakan media akhir-akhir ini,” tegas Feri Amsari.
Kemudian Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, yang kalau ditelusuri, pernah menjabat sebagai Kapolresta Surakarta tahun 2010 (Saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai Walikota Solo) dan Kapolda DKI Jakarta yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Jawa Tengah, Irjen Nana Sudjana, serta Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki.
Menurut Feri Amsari, ada peristiwa unik misalnya, dalam penunjukan Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki. Beliau berdinas di kemiliteran, lalu ditarik ke Kementerian Dalam Negeri. ”Setelah penarikan hanya dalam tiga hari, Achmad Marzuki dilantik menjadi Pj Gubernur Aceh,” tegasnya.
Contoh Ketidaknetralan Pj Gubernur
Menurut Feri Amsari, berbagai hal bisa dilihat antara relasi dan penunjukan atas berbagai peristiwa ketidaknetralan penjabat gubernur atau pejabat lain menjelang Pemilu 2024. Feri kemudian mengambil contoh, kasus Pj Gubernur di Kalimantan Barat.
Feri Amsari kemudian memaparkan video pidato Pj Gubernur Kalimantan Barat. Ditayangkan dalam video Pj Gubernur Kalimantan Barat yang menyatakan,
“Tapi jangan lupa, pilih presiden yang memihak pada pembangunan IKN. Saya sudah menerima perencanaan IKN, Kalbar ini nanti maju. Sudah ada ring road yang saya lihat. Kalau presidennya jadi, maka banyak yang dibangun untuk Kalbar, untuk mendukung Ibukota Nusantara,” tegasnya sebagaimana dipaparkan di film dirty vote tersebut.
Dikatakan Feri Amsara, masyarakat bisa melihat Pj Gubernur bisa melakukan perintah untuk mencabut spanduk dan baliho dan poster dari partai tertentu dan bahkan yang ada gambar calon presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Wewenang Kepala Daerah dan Potensi Kecurangan
Sementara itu pakar hukum dari UGM Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar mengatakan, kenapa wewenang kepala daerah itu potensi. Karena wewenang kepala daerah yang penjabat (Pj) itu menjadi sangat mungkin menjadi factor untuk memenangkan pemilu khususnya untuk sebaran wilayah.
Lalu, lanjut Zainal Arifin Mochtar, sebenarnya apa saja yang menjadi wewenang sehingga potensial disalahgunakan itu.Pertama adalah soal mobilisasi birokrasi. Kedua soal izin lokasi kampanye. “Karena sangat dimungkinkan, mana yang boleh kampanye dan mana yang tidak,” ujarnya dikutip di video film dirty vote.
Ketiga yaitu memberikan sanksi atau membiarkan kepala desa yang tidak netral itu, untuk tetap menjabat. “Contohnya, kita bisa melibat bagaimana seorang Bobby, sebagai seorang kepala daerah di Medan, itu yang menunjukkan sikap yang tidak netral. Dan kemudian sangat mungkin diterjemahkan, bahwa itu adalah upaya memobilisasi birokrasi,” papar Zainal Arifin Mochtar.
Pada saat yang sama, lanjut Zainal Arifin Mochtar, ada contoh enam kampanye calon presiden nomor urut 01 Anies Baswedan, yang izinnya mendadak dicabut oleh pemerintah daerah.”Jadi, ada contoh enem kempanye Anies yang izinnya dicabut mendadak oleh Pemda,” papar pria.
Jumlah Pemilih dengan Penduduk Banyak
Data dari kpu.go.id, menyebutkan, jumlah pemilih dengan penduduk banyak. Yaitu Provinsi DKI Jakarta 8.252.897 pemilih, Provinsi Jawa Barat 35.714.901 pemilih. Provinsi Jawa Tengah 28.289.413 pemilih, Provinsi DI Yogyakarta 2.870.974 pemilih, Provinsi Jawa Timur 31.402.838 pemilih, Provinsi Banten 8.842.646 pemilih.