Para Pendidik Benteng Bagi Anak-anak Bangsa Tolak Sikap Intoleransi dan Radikalisme
Kebudayaan dan nilai-nilai kearifan lokal menjadi identitas karakter bangsa dan masyarakat. Dengan identitas karakter tersebut, masyarakat akan terbebas dari godaan dan gangguan paham yang berasal dari luar.
Hal itu terungkap dalam sosialisasi ‘Membangun sinergitas untuk melindungi anak bangsa dari bahaya intoleransi dan radikalisme’ yang digelar di Banyuwangi, Kamis, 24 Oktober 2024. Kegiatan ini digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur.
Acara ini diikuti ratusan guru di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi. Sebagai pembicara Ketua FKPT Jatim Hesti Armiwulan bersama Kabid Agama dan Budaya FKPT Jatim, Ustaz Moch Arifin. Kegiatan ini dimoderatori Mohammad Fahmi dari UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Suratno, mengatakan, masyarakat di kawasan Blambangan, sebutan Banyuwangi, berwatak terbuka. Kultur apa saja bisa membaur dengan masyarakat dan diterima secara wajar. Yang harus diwaspadai adalah sikap-sikap yang bertentangan dengan kepribadian masyarakat.
“Sikap intoleransi, misalnya, harus dihindari dan dijauhkan. Karena itu, adanya sosialisasi ini sangat penting sebagai antisipasi aktif," tegasnya.
Para pendidik untuk pendidikan dasar dan menengah, menurutnya, mempunyai tanggungjawab yang tak ringan. Karena menyangkut masa depan bangsa dan negara. Masa depan harus dipersiapkan dengan kekuatan generasi dengan kualitas karakter dan kepribadian bangsa yang terpelihara.
“Banyuwangi masyarakatnya mempunyai watak yang khas dan tetap mempertahankan tradisi. Sehingga dengan begitu, mampu membentengi masyarakat dari nilai-nilai yang tak selaras dengan kepribadian kita," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua FKPT Jawa Timur, Prof Dr Hj Hesti Armiwulan, mengingatkan tentang tren aksi terorisme di Indonesia. Dijelaskannya, tahun 2023 adalah zero terrorist attact di Indonesia. Namun di bawah permukaan terjadi peningkatan gerakan ideology secara sistematis, massif dan terencana untuk memperkuat organisasi dan proses radikalisasi dengan target perempuan, anak dan remaja.
Kebijakan pemerintah melalui BNPT dilakukan untuk mempersempit ruang gerak penyebaran ideologi radikalisme, kontra radikalisasi dan Deradikalisasi, mengembalikan pemahaman kelompok radikal dari extrim menjadi moderat.
“Target utamanya adalah anak, perempuan, remaja. Karena itu, perlu dipahami adanya metode propaganda dan rekrutmen jaringan teror,” tuturnya.
Dia juga mengingatkan, perempuan kini tidak lagi sebagai korban terorisme, tapi juga pelaku aksi teror. Ini kecenderungan pada kondisi sekarang.
Pemanfaatan dunia maya, gadget dan handphone, menjadi media penyebaran sikap intoleransi yang pada ujungnya ke arah terorisme. Para guru dan para pendidikan, yang bisa menjelaskan bahaya ekstremisme dan radikalisme.
“Sehingga anak didik kita bisa selamat dari sifat dan sikap buruk bagi generasi muda," ujarnya.