Para Kiai dan Gus Memuliakan Santri sesuai Tugas dari Nabi
Tradisi di lingkungan pesantren, mengajarkan kerendahan hati para santri terhadap para ulama, kiai pesantren. Juga keluarga pengasuh pondok pesantren.
Ada alasan tertentu kenapa seorang yang pernah nyantri di pesantren, harus menghormati, bukan hanya pada kiai atau ulama pesantren, melainkan juga kepada anak-anak dan keluarganya. Meskipun di mata orang awam, hal itu terkesan "feodalistik" dan sebagai penghormatan yang berlebihan.
Bagi kaum santri, ulama pesantren dan orang-orang alim, adalah ulama penerus para nabi (al-ulama'u waratsatul anbiya'). Mereka adalah pewaris para nabi, yang harus dihormati, didengar fatwanya ditaati untuk dilaksanakan.
Ust Muhammad Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pondok Pesnatren Raudlatul Ulum Suramadu, meski telah dikenal luas sebagai juru dakwah tapi tetap mengaku sebagai santri dari Pesantren Ploso Mojo Kediri, yang kini diasuh KH Nurul Huda Djazuli. Hormat kepada KH Abdurrahman Al-Kautsar (Gus Kautsar), putra pengasuh pesantren tersebut, pun tetap dilakukan hingga sekarang.
Berikut catatan yang menjelaskan soal ketundukan santri pada kiai, ketawadhu'an yang khas kaum santri:
Saya yakin para kiai telah mengamalkan hadis berikut:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪﺭﻱ، ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: " ﺳﻴﺄﺗﻴﻜﻢ ﺃﻗﻮاﻡ ﻳﻄﻠﺒﻮﻥ اﻟﻌﻠﻢ، ﻓﺈﺫا ﺭﺃﻳﺘﻤﻮﻫﻢ ﻓﻘﻮﻟﻮا ﻟﻬﻢ: ﻣﺮﺣﺒﺎ ﻣﺮﺣﺒﺎ ﺑﻮﺻﻴﺔ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭاﻗﻨﻮﻫﻢ " ﻗﻠﺖ ﻟﻠﺤﻜﻢ، ﻣﺎ اﻗﻨﻮﻫﻢ، ﻗﺎﻝ: ﻋﻠﻤﻮﻫﻢ
Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Akan datang kepada kalian beberapa kaum yang mencari ilmu jika kalian menjumpainya maka katakanlah selamat datang dengan wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ajarkanlah ilmu pada mereka" (HR Ibnu Majah)
Hadis Lain
Dalam hadis lain yang semakna:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺎﺭﻭﻥ اﻟﻌﺒﺪﻱ، ﻗﺎﻝ: ﻛﻨﺎ ﺇﺫا ﺃﺗﻴﻨﺎ ﺃﺑﺎ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪﺭﻱ، ﻗﺎﻝ: " ﻣﺮﺣﺒﺎ ﺑﻮﺻﻴﺔ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻟﻨﺎ: «ﺇﻥ اﻟﻨﺎﺱ ﻟﻜﻢ ﺗﺒﻊ، ﻭﺇﻧﻬﻢ ﺳﻴﺄﺗﻮﻧﻜﻢ ﻣﻦ ﺃﻗﻄﺎﺭ اﻷﺭﺽ ﻳﺘﻔﻘﻬﻮﻥ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ، ﻓﺈﺫا ﺟﺎءﻭﻛﻢ ﻓﺎﺳﺘﻮﺻﻮا ﺑﻬﻢ ﺧﻴﺮا»
Dari Abu Harun Al-abdi ia berkata bahwa jika kami mendatangi Abu Sa'id Al khudri beliau menyebut kami selamat datang dengan wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa Rasulullah bersabda kepada kami: "Sesungguhnya manusia akan mengikuti kalian. Mereka akan datang dari berbagai penjuru bumi untuk belajar ilmu agama. Jika mereka datang kepadamu maka ajarkan mereka kebaikan" (HR Ibnu Majah)
Santri Khidmat
Santri bermacam-macam latar belakang keluarganya. Kalau dari keluarga mampu tidak ada persoalan. Namun ada dari keluarga yang tidak mampu sehingga ikut kiai. Saya pernah sowan ke seorang kiai bersamaan dengan bapak tua. Beliau berkata saat menunggu kiai sebelum keluar: "Saya dulu Khidmah ke Abahnya Gus ini. Sekarang saya bawa anak saya untuk Khidmah kepada beliau". Intinya variabel para santri cukup beragam.
Di pesantren memang diajarkan Khidmat dan tetap menjalani pendidikan di pesantren. Khidmat ini tidak hanya di negara kita bahwa Ulama Makah pun,
Sayyid Ahmad bin Al-Maliki, dawuh:
ثبات العلم بالمذاكرة وبركته بالخدمة ونفعه برضا الشيخ
"Tetapnya ilmu dengan mengulang-ulang, barokahnya ilmu dengan berkhidmah, dan manfaatnya ilmu dengan ridho guru."
Gus Rijal tidak mengkritik para kiai kita yang ada saat ini, tapi Gus-gus yang beliau sebut dengan banyak istilah, itu saja. Buktinya saat beliau berjumpa dengan para kiai dan gus yang alim dan tawadu juga dihormati oleh beliau.
Bagaimana soal etika makan dengan santri atau khodim? Saat ini saya meyakini tidak ada lagi budak seperti zaman dulu. Di hadis berikut Nabi memerintahkan untuk memperlakukan secara manusia kepada budak, apalagi bukan budak:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺇﺫا ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻗﺮﺏ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻤﻠﻮﻛﻪ ﻃﻌﺎﻣﺎ، ﻗﺪ ﻛﻔﺎﻩ ﻋﻨﺎءﻩ ﻭﺣﺮﻩ، ﻓﻠﻴﺪﻋﻪ، ﻓﻠﻴﺄﻛﻞ ﻣﻌﻪ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻞ، ﻓﻠﻴﺄﺧﺬ ﻟﻘﻤﺔ، ﻓﻠﻴﺠﻌﻠﻬﺎ ﻓﻲ ﻳﺪﻩ»
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Jika kalian memiliki budak maka dekatilah mereka makanannya. Maka hal itu akan mencukupi dari kelelahannya. Ajaklah dia dan makanlah bersamanya. Jika dia tidak mau melakukan maka berilah makanan dan letakkan di tangannya" (HR Ibnu Majah)
Namun sebagai santri terkadang tidak leluasa makan semeja dengan Kiai atau Gus. Maka dalam hal ini yang dipegang oleh santri adalah:
مراعاة الأدب خير من امتثال الأمر
Menjaga etika lebih baik dari pada mengikuti perintah.
Adagium inilah yang dipegang oleh orang-orang NU. Contoh dalam Salawat tidak diajarkan baca Salawat dengan menambah Sayidina, tapi ulama Syafi'iyah menganjurkan bacaan Sayidina karena alasan di atas.
Saya pun selalu mencari tempat yang agak jauh dengan guru-guru saya, apalagi kiai dan gus. Soalnya tidak bisa nambah makan lagi.