Panti Asuhan Milik Tersangka Pelaku Kekerasan Seksual Anak di Surabaya Tidak Berizin
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyatakan bahwa panti asuhan milik NK,61, tahun, terduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak asuhnya, tidak pernah mengantongi izin atau dinyatakan ilegal.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Anna Fajratin menegaskan, tempat tersebut tidak terdaftar dalam daftar Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) kepunyaan Dinsos Kota Surabaya.
"Bukan panti asuhan, tim kami sudah ketemu jauh hari (dengan terduga pelaku). Dia sendiri (terduga pelaku) yang bilang bukan panti karena memang tidak ada yayasan serta pengurusnya," ujar Anna.
Anna pun menyebut, jauh sebelum dugaan kasus kekerasan seksual terungkap, pihaknya sudah beberapa kali mendatangi tempat tersebut di Kecamatan Gubeng. Yaitu memastikan, apakah tempat yang disebut panti asuhan itu sudah memiliki izin atau belum. Jika belum, maka Dinsos Kota Surabaya akan mengarahkan pemilik untuk mengurus izin serta legalitasnya.
"Kami sudah beberapa kali (datang), kita memang selalu melakukan pembaruan data mengenai LKSA, apakah sudah terdaftar apa belum. Kalau belum maka kita harus mengarahkan dia untuk mendaftar, harus berizin," jelasnya.
Ketika pihak Dinsos Kota Surabaya berkunjung ke tempat tersebut, Anna menjelaskan, memang tidak ada plang penanda atau papan nama. Tempat itu hanya sebuah rumah biasa tanpa ada tanda-tanda keterangan panti asuhan. "Gak ada (papan nama), ya seperti rumah biasa begitu," tuturnya.
Bahkan, Anna menyebut, terduga pelaku itu juga tidak pernah memberikan informasi apapun mengenai tempat tersebut. Baik jumlah anak asuh yang tinggal, nama dan asal-muasal anak asuh yang tinggal di sana, dan informasi lainnya.
"Tidak dikasih tahu, gak mau, dia gak mau ngomong. Gak nyebut, dia gak mau," tutur Anna.
Kepada pihaknya, Anna mengaku, terduga pelaku sempat berjanji untuk mengurus izin atau legalitas dari tempat pengasuhan anak-anak tersebut. Namun, pada akhirnya, NK itu tidak pernah datang ke kantor Dinsos Kota Surabaya, sampai pada akhirnya ditangkap oleh Polda Jatim.
"Dia sempat janji kepada kami, ke Dinsos untuk mengurus, tetapi dia gak datang sampai akhirnya ini (NK ditangkap polisi)," ucapnya.
Karena tidak mengantongi izin resmi dari pihaknya, Anna pun mengaku tidak bisa menjatuhkan sanksi kepada panti asuhan tersebut ataupun kasus yang menimpa pemiliknya. Sebab, tempat tersebut memang tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang pria berinisial NK,61, tahun, pemilik salah satu panti asuhan di Surabaya, diduga melakukan kekerasan seksual. Korbannya sejumlah penghuni panti asuhan yang masih di bawah umur.
Dugaan kasus kekerasan seksual tersingkap setelah seorang anak asuh yang berhasil kabur kemudian mengadu kepada pelapor S,41, tahun. Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Airlangga (UKBH UNAIR) lalu melakukan pendampingan dan advokasi terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
Direktur UKBH UNAIR Sapta Aprilianto mengatakan, kasus itu sudah dilaporkan ke Polda Jawa Timur dengan nomor registrasi LP/B/165/I/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 30 Januari 2025.
"Ini kan ada beberapa anak yang kabur, kemudian datang kepada pelapor, memberikan informasi bahwa di dalam informasi terjadi kekerasan terhadap para anak-anak yang di dalam panti asuhan," ucap Sapta di FH UNAIR, Jumat 31 Januari 2025.
Sapta menjelaskan, untuk sementara ini baru satu korban yang mengadu ke lembaga hukumnya dan sudah diadvokasi. Namun, ia menduga korban kekerasan seksual di panti tersebut lebih dari satu orang.
Berdasarkan penuturan dari terduga korban, Sapta mengatakan, tidak ada ancaman yang dilontarkan oleh terduga pelaku. Korban tidak bisa melakukan perlawanan dan hanya tunduk terhadap kemauan bejat terduga pelaku karena faktor relasi kuasa.
"Relasi kuasa karena memang mereka tidak ada pilihan lain. Sehingga ya memang seperti ini salah satu modus kejahatan, yang satu berkuasa, yang satu di bawah kekuasannya. Akhirnya mau tidak mau, terjadilah dugaan tindak pidana," tuturnya.
Sapta mengakui bahwa pihak kepolisian juga melakukan assesment terhadap korban untuk menganalisis trauma yang terjadi akibat kejadian yang dialaminya.
"Alhamdulilah, korban secara fisik baik-baik saja, tetapi sedang dilakukan assesment, pendampingan psikis dan tadi pagi sudah dilakukan assesment kepada korban untuk mengetahui trauma yang terjadi yang diakibatkan si terduga pelaku ini," paparnya.
Sapta mengatakan, proses advokasi, khususnya terkait kondisi psikologis korban berusia 15 tahun, pihaknya bekerjasama dengan sejumlah pihak. Yaitu Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pusat Pembelajaran Pemberdayaan Perempuan, serta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di tingkat provinsi maupun kota.
Sapta meminta kepada pihak berwajib segera mengusut tuntas dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur. Pasalnya, masih terdapat satu perempuan dan satu remaja laki-laki masih tinggal di panti asuhan bersama terduga pelaku.
"Karena ini yang melapor baru satu, tetapi dari satu ini mungkin bisa jadi akan berkembang, korban-korban yang lain. Kasus ini sangat memprihatinkan, dan kami khawatir dengan keselamatan anak-anak lain yang masih tinggal bersama terduga pelaku," pungkasnya.
Advertisement