Pantai Wisata Cemara Banyuwangi, Sarang Penyu Terancam Abrasi
Sejauh mata memandang, mata dimanjakan dengan rimbunnya pohon cemara ini di pantai ini. Tak heran jika kemudian Pantai Cemara di Banyuwangi ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Banyuwangi.
Selain menyajikan rimbunnya pohon cemara, pengunjung pantai juga bisa melihat Pulau Bali dari kejauhan. Dari Pantai Cemara, Pulau Bali memang bisa tampak meski dari kejauhan.
Saat berkunjung ke pantai ini wisatawan juga kontan akan merasakan kesejukan alami yang kaya akan oksigen. Tak heran, karena kesejukan itu memang berasal dari rindangnya pohon cemara yang ada.
Begitu juga hutan mangrove yang menghijau di pinggiran sungai. Pemandangan ini menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat.
Tidak hanya keindahan alamnya saja yang menjadi daya tarik destinasi wisata alam yang berada di wilayah Kelurahan Pakis, Kecamatan Banyuwangi ini. Ada fauna laut langka yang suka bersarang di kawasan pantai wisata seluas 10,2 hektar ini. Sepanjang pantainya menjadi tempat favorit penyu jenis lekang untuk bersarang dan bertelur.
“Setiap tahunnya rata-rata ada 40 sarang penyu di sekitar Pantai Cemara ini,” ungkap Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pantai Cemara, M. Muhyi, beberapa waktu lalu.
Pria yang akrab disapa Muhyi ini menuturkan, Pokmaswas ini dibentuk sekitar tahun 2013 lalu. Pembentukan Pokmaswas dilatarbelakangi banyaknya penyu yang melakukan pendaratan dan kemudian membuat sarang di kawasan Pantai Cemara.
Saat itu, anggota Pokmaswas mulai melakukan penamanan pohon cemara udang dan juga mangrove dengan dibantu instansi terkait. Cemara dan mangrove ini untuk mencegah abrasi yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Ketika itu, tanaman cemara udang yang ditanam sebanyak 20 ribu bibit. Penanamannya dilakukan secara bertahap.
Tahap awal dilakukan penanaman 2.500 bibit pohon cemara udang. Dari jumlah itu, hanya 25 persen saja pohon yang hidup. Baginya, ini tidak terlalu mengecewakan. Sebab seluruh anggota Pokmaswas Pantai Cemara seluruhnya merupakan nelayan. Dengan modal pengalaman tersebut, Pokmaswas terus belajar metode penanaman dan perawatan pohon cemara udang.
“Dua bulan kemudian kita tanam sebanyak 5 ribu bibit. Alhamdulilah angka kehidupannya sampai 80 persen,” bebernya.
Masih pada tahun 2013 itu, Muhyi dan teman-temannya di Pokmaswas mencoba menangkarkan 101 butir telur penyu lekang dari satu sarang. Kala itu, dari 101 telur yang ditangkarkan berhasil menetas sebanyak 89 ekor.
“Dari situlah kita mencoba dan hingga sekarang pun kita melakukan penangkaran,” jelasnya.
Dia menuturkan, penyu yang mendarat dan bersarang di Pantai Cemara seluruhnya dari jenis penyu lekang. Muhyi menyebut, penyu lekang merupakan jenis penyu yang paling langka. Selain di wilayah Pantai Cemara, Penyu lekang juga banyak ditemui di wilayah pantai Muncar, dan pantai lain yang berada di wilayah Muncar ke arah utara. Untuk wilayah pantai selatan seperti Sukamade biasanya menjadi sarang penyu hijau.
“Di Banyuwangi, pantai Muncar ke utara itu rata-rata penyu lekang. Disukai penyu lekang karena pasirnya warna hitam. Kalau penyu hijau lebih suka pasir putih. Selain itu pantainya landai,” terangnya.
Dia mengungkapkan, dalam setahun penyu yang mendarat dan bersarang di pantai Cemara rata-rata 40 sarang. Satu sarang biasanya terdapat 100 sampai 150 butir telur. Namun ada juga yang di bawah 100 butir. Biasanya sarang yang telurnya sedikit ini karena indukan penyu sudah tua sehingga kurang produktif.
“Per tahun rata-rata 3.500 tukik yang kita lepasliarkan. Untuk tahun ini, sudah ada 38 sarang yang ditemukan. Yang sudah menetas ada 6 sarang,” sambungnya.
Musim penyu bertelur biasanya berlangsung antara bulan Maret hingga Agustus. Pada bulan Maret biasanya merupakan pendaratan awal. Sehingga tidak banyak jumlah penyu yang mendarat untuk bersarang.
“Kalau bulan tiga biasanya hanya dua atau tiga sarang saja,” katanya.
Saat ini, Pokmaswas Pantai Cemara sedang mencoba alat penangkaran yang mirip inkubator. Dengan alat ini penetasan memakan waktu sekitar 62 sampai 63 hari. Masa penetasan dengan alat ini lebih lama dibanding dengan metode penangkaran semi alami yang hanya butuh kurang dari 50 hari untuk proses penetasan.
“Kalau semi alami itu penangkarannya selama 46 hari, maksimal 50 hari (tukik) sudah akan keluar dengan sendirinya,” jlentrehnya.
Ancaman Abrasi Pantai Cemara Banyuwangi
Pantai Cemara merupakan salah satu kawasan pantai di Banyuwangi terus dihantui abrasi. Tahun 2020 lalu pernah terjadi abrasi di pantai yang memiliki luas 10,2 hektar ini. Luasan pantai yang tergerus air laut mencapai kurang lebih 2 hektar. Tentu saja banyak tanaman yang hilang akibat peristiwa alam ini.
Abrasi ini juga mempengaruhi jumlah penyu yang bersarang di Pantai yang berada sekitar 5 kilometer dari pusat kota Banyuwangi ini.
“Pada saat terjadi abrasi tahun 2020 sedikit sekali penyu yang bertelur. Hanya sekitar 2.500 telur berarti yang kita lepasliarkan hanya sekitar 2.200,” jelas Muhyi.
Pelaksana Tugas Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi, Dwi Handayani mengatakan, di pantai-pantai Banyuwangi ada musim rob atau air pasang. Kondisi ini selalu menimbulkan abrasi pantai. Menyikapi hal ini Dinas Lingkungan Hidup akan berkolaborasi dengan Dinas Perikanan untuk membuat pemecah gelombang atau breakwater.
“Agar tidak terjadi abrasi yang lebih parah lagi,” jelasnya.
Dia pun tak membantah Pantai Cemara menjadi salah satu pantai yang terkena abrasi. Sehingga banyak pohon yang sudah ditanam hilang akibat diterjang ombak.
Oleh karena itu, upaya untuk menanggulangi hal ini sudah dilakukan. Salah satunya berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan pembuatan breakwater tersebut.
“Kewenangan sampai dengan 12 mil laut merupakan kewenangan dari pihak Provinsi,” jelasnya.