Pangsit Mie Cak War Lamongan, Kuliner Legendaris Berumur 35 Tahun
Siapa yang tidak kenal dengan Mie Pangsit Cak War? Nama ini cukup melegenda di Lamongan. Sosok penjual mi pangsit di atas gerobak butut, di teras rumah, di Jalan Soemargo, Lamongan. Di tempat yang sederhana itu, pembeli hanya disediakan beberapa kursi panjang di dalam rumah serta lesehan tikar.
Sekalipun begitu, Mie Pangsit Cak War tak pernah lekang termakan zaman. Menjamurnya tawaran beragam menu, sajian dan tempat penjualan beragam masakan mi dengan beragam nama pula, tidak juga mampu menenggelamkannya.
Selama 35 tahun lebih, Mie Pangsit Cak War tetap laris manis. Setiap hari selalu habis. Sedikitnya 10-15 kilogram mi tandas per harinya. "Kalau nuruti pembeli, dua puluh kilo juga habis. Tapi, badan ini yang tidak kuat. Capek," kata Cak Shodiq, penjual Mie Pangsit Cak War, kepada ngopibareng.id.
Memang, pembeli Mie Pangsit Cak War sungguh luar biasa. Mulai buka habis maghrib, pembeli terus mengalir. Baru berhenti setelah habis. Jangan heran jika untuk bisa menikmatinya, harus rela antre.
Karena, sekali masak untuk 6-10 porsi mangkuk. Bahkan, tak jarang untuk 20 porsi disajikan dalam satu masakan. Juga, karena cara memasaknya ala tradisional, maka butuh waktu cukup lama.
Yakni, sembari memasak mi buatan sendiri yang dimasukkan tempat godokan. Sejumlah mangkuk yang ditata berderet, satu persatu dituangi bumbu cair berminyak. Kemudian dimasuki lombok matang (godokan) yang jumlahnya sesuai permintaan.
Ini terkait selera, apakah pembeli meminta biasa, agak pedas atau pedas sekali. Kalau zaman sekarang terkait masakan mi diistilahkan dengan level-level kepedasannya.
"Kalau minta biasa tidak pedas hanya lombok satu. Kalau minta pedas puol, kadang sepuluh sampai dua belas lombok," imbuh Cak Shodiq, sembari meracik bumbu dalam mangkuk.
Mi pangsit menjadi berasa sesuai dengan selera, rupanya dari jumlah lombok yang dihaluskan secara manual. Lombok di dalam mangkuk tadi digerus dengan menggunakan sendok makan.
Begitu racikan siap dan mi yang sudah dicampuri sawi sudah matang, lalu dituangkan ke mangkuk sesuai takaran. Selanjutnya ditaburi toping serbuk campuran bumbu, acar dan bawang goreng. Tidak lupa, dilengkapi dengan beberapa butir gorengan pangsit.
Jika pembeli ingin menambahkan saus tomat atau kecap, sudah disediakan di tempat makan. "Ya begini ini resepnya. Sejak dulu ya seperti ini. Alhamdulilllah, sampai sekarang masih diberi rezeki laris, " tukas Cak Shodiq, yang dibantu adik serta istrinya untuk melayani pemesanan minum.
Khakim, salah seorang langganan mengaku puas setelah menyantap mi pangsit Cak War. Ia mengaku mengenal Mie Pangsit Cak War sejak masih SD. Saat itu ia sering diajak orang tuanya. "Tetapi, seingat saya tidak di tempat sekarang ini, " tutur pria asal Karanggeneng, yang kini berusia 28 tahun ini.
Cak Shodiq sebelumnya menceritakan, benar adanya bahwa sebelum berjualan di Jalan Soemargo, ia juga pernah di beberapa tempat lain di dalam kota Lamongan. Bahkan, jauh sebelumnya, ia berjualan keliling.
Waktu itu, yang berjualan adalah kakak kandungnya, yang bernama Cak Uwar. Nama ini menjadikan terkenalnya Mie Pangsit Cak War. Sedang Cak Shodiq mengaku ikut berjualan sejak 1988.
"Usaha ini saya lanjutkan sejak 2002, setelah kakak meninggal dunia. Tapi, namanya tetap Mie Pangsit Cak War. Setiap hari buka, kecuali malam Jumat libur atau pas ada keperluan yang tidak bisa saya tinggalkan" pungkasnya.
Advertisement