Panggung Kace Waloni
Untung saja polisi segera menangkap Muhammad Kace. Hanya berselang sehari, juga menangkap Muhammad Yahya Waloni. Kace mengaku mualaf Kristen, Waloni mengaku mualaf Islam.
Tapi yang dilakukan sama. Kace mengolok-olok Nabi Muhammad dan Islam. Sedangkan Waloni sudah lama mengolok-olok Injil dan Kristen. Keduanya sama-sama eksis di media sosial.
Ironi di dunia yang baru.
Sama-sama menggunakan nama Muhammad, tapi perilakunya tak sedikitpun mencerminkan Nabi-nya ummat Islam. Malah bertentangan. Yang satu melawan kebenaran yang dibawa, satunya bertentangan dengan tindak tanduk yang diteladankan.
Agak susah menelusuri siapa sebenarnya Kace. Ia hanya disebutkan sebagai YouTuber asal Jawa Barat. Yang sejak April tahun lalu telah mengunggah 450-an video. 20 diantaranya telah diblokir karena dianggap mengandung kebencian.
Dari hasil penelusuran, dia mempunya nama lengkap Muhammad Kace Murtadin alias Muhammad Kosman. Panggilannya Pak Kace atau Pak Kece. Tempat tinggalnya di Bekasi. Agama waktu lahir Islam. Memeluk agama Kristen sejak 2014.
Tidak diketahui pekerjaan sebelumnya. Tidak memiliki afiliasi terhadap organisasi tertentu. Menurut data di kepolisian, hanya disebutkan ia berjaringan dengan Yusuf Manubulu. Nama terakhir ini dikenal sebagai pendeta yang YouTuber.
Ia tampil seperti simbol-simbol orang Islam. Memakai kopyah hitam. Untung tak memakai jubah putih dan sorban. Tampangnya biasa saja. Tak mencerminkan wajah bersih bersinar seperti pada umumnya tokoh-tokoh agama.
Juga tidak diketahui dari mana ia belajar tentang Islam. Apakah pernah di pesantren atau hanya bawaan Islam dari lahir. Di videonya, ia sempat mengutip ayat Alquran. Tapi diartikan serampangan. Ini yang menjerumuskan dia ke dalam pasal penistaan.
Sebagai orang Jawa Barat juga tidak banyak dikenal di wilayah itu. ''Saya juga tidak tau pasti dari mana asalnya. Juga latar belakang keagammaannya,'' kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Pajajaran Prof Dr Muradi.
Menariknya, di setiap video yang diunggah, Kace juga menyertakan nomor rekening atas nama Muhammad Kasan. Ia menyebutkan sebagai uang pelayanan. Tidak tahu sudah berapa banyak yang mentransfer uang pelayanan kepadanya.
Misterius.
Sementara Yahya Waloni yang sering berceramah agama dengan perkataan kasar lebih banyak data tentang dirinya. Ia disebutkan lahir di Manado 50 tahun lalu. Ia telah menulis buku: Islam Meruntuhkan Iman Sang Pendeta.
Namanya mulai mencuat ke permukaan ketika pertarungan politik identitas menguat beberapa tahun lalu. Ia diundang berceramah di mana-mana karena mengaku telah berpindah dari agama lamanya. Malah sudah disebut ustad.
Berbeda dengan Kace, Waloni yang mempunyai nama lengkap Muhammad Yahya Waloni berpindah dari Kristen ke Islam. Malah mengaku pernah menjadi pendeta. Ia telah menikahi wanita muslim. Ketiga anaknya juga bernama seperti umumnya orang Islam.
Kace maupun Waloni kini sedang proses pemeriksaan polisi. Keduanya sudah menjadi tersangka ujaran kebencian yang berbau suku, agama, ras, dan antar golongan. Kita belum tahu bagaimana kelak nasib dari keduanya.
Perpindahan keyakinan seseorang merupakan persoalan privat. Soal pribadi. Bukan urusan publik. Namun, ketika mereka menjelek-jelekan agama yang ditinggalkan menjadi masalah publik. Apalagi dengan sengaja disiarkan melalui media sosial.
Ibaratnya orang boleh bercerai dengan istrinya. Tapi tidak perlu mengolok-olok mantan istrinya. Malah ia akan dianggap suami yang kurang kerjaan. Bahkan bisa saja berakibat dikeroyok keluarga mantan istrinya.
Tidak masalah orang menikah lagi dengan lain hati. Tapi jika ia memusuhi mantannya, apalagi secara terbuka, malah tak akan mendapat simpati. Bisa saja justru dianggap mantan suami yang kurang ajar.
Meski istri baru dipuji-puji karena sedang gandrung, belum tentu ia suka dibanding-bandingkan dengan mantannya. Apalagi menjelekkan mantan sambil berharap mendapatkan materi dari pasangan barunya. Sambil menengadahkan tangan mencari imbalan.
Jika ada tipe orang seperti itu sebaiknya tak perlu diperhatikan. Apalagi diberi panggung untuk mengolok-olok orang lain. Menjelek-jelekkan mantannya. Menjual kebencian tentang golongan maupun agama.
Mengapa Kace dan Waloni bisa mendapat panggung di negeri ini? Rasanya ini yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Orang seperti mereka berdua bisa mendapatkan panggung karena ada pasarnya.
Nah pasar ini yang perlu digarap. Cendikiawan LP3ES Fachry Ali melihat dua sosok yang membuat sensasi dengan kepindahan agamanya itu ngaco semua. Mereka bisa mendapat panggung karena pengertian agama umat di bawah masih rendah.
Mendongkrak pemahaman keagamaan umat rupanya menjadi agenda penting ke depan. NU sudah sejak lama menggarap melalui pondok pesantren dan berbagai pengajian di berbagai pelosok. Muhammadiyah telah bergerak lebih lama lagi di dunia pendidikan formal.
Namun tampaknya arus kesadaran beragama lebih cepat dari gerakan kedua ormas Islam terbesar di Indonesia ini. Makin banyak yang perlu sentuhan pendidikan keagamaan secara benar. Yang tidak sekadar menjadikan agama sebagai gaya hidup. Tapi jalan hidup.
Biarlah Kace dan Waloni yang dianggap telah meresahkan bangsa ini menjadi urusan polisi. Kalau perlu mereka yang masing-masing berpindah keyakinan itu saling berdebat di panggung yang lain. Bukan panggung publik yang bisa terhasut oleh ujaran-ujaran kebenciannya.
Kalau pun ada yang ingin berdebat soal keyakinan, berdebatlah di ruang terbatas. Tak perlu gunakan panggung ummat sebagai ajangnya. Saatnya jadikan negeri ini sajadah dan altar yang damai. Menjadikan ajang saling berbuat kebajikan. Bukan ajang saling menjelekkan.
Tak perlu memberi ruang bagi aktor yang bisa melobangi panggung besar bernama Indonesia. Panggung tanah air Nusantara yang telah diperjuangkan dengan jiwa dan raga oleh para pahlawan dan para pendiri bangsa.