Panggil Paksa Setya Novanto!
Lebak: KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berhak melakukan pemanggilan paksa terhadap Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto jika mangkir pemeriksaan, terkait dugaan korupsi e-KTP.
"Paknggil paksa Setya Novanto. KPK harus berani memanggil paksa tersangka, apabila beberapa kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan tidak jelas," kata dosen STKIP Setia Budhi Rangkasbitung Kabupaten Lebak,Banten itu, Selasa 12 September 2017.
Pemeriksaan tersangka Setnov yang rencana dilakukan hari Senin (11/9) kemarin gagal, karena tersangka mangkir dari pemeriksaan KPK dengan alasan "sakit".
Ketidakhadiran tersangka perlu dilakukan penelitian, jika alasanya tidak jelas untuk menghindari pemeriksaan maka sebaiknya dilakukan panggil paksa dan kemudian dilakukan penahanan.
Selama ini, kasus Setnov menjadikan fokus perhatian masyarakat luas,terlebih tersangka pejabat negara sebagai Ketua DPR.
Karena itu, Setnov harus memberikan contoh atau ketauladan kepada masyarakat mengikuti pemeriksaan dugaan korupsi e-KTP.
"Kami berharap pejabat negara itu bisa memberikan contoh baik untuk penegakan supremasi hukum dan tidak mangkir menjalani pemeriksaan sebagai bentuk demokrasi," kata Koswara Purwasasmita menjelaskan.
Menurut dia, dalam revolusi mental tentu pejabat negara atau penguasa harus menaati penegakan supremasi hukum sebagai pencerminan warga negara yang baik dan patuh terhadap hukum.
Sebab, di Indonesia sebagai negara hukum tentu harus dipatuhi penegakan hukum tanpa pandang bulu.
"Kami minta Setnov patuh terhadap penegakan hukum dengan memenuhi panggilan pemeriksaan KPK itu," katanya.
Koswara juga mengatakan, sebaiknya Setnov mundur dari jabatan Ketua DPR RI setelah ditetapkan tersangka dugaan kasus korupsi e-KTP oleh KPK.
Pemunduran jabatan itu sebagai bentuk seorang jiwa kenegarawan untuk mendukung penegakan supremasi hukum, karena negara Indonesia merupakan negara yang berpedoman Pancasila.
Dalam Pancasila itu ada norma-normal keadilan sehingga Setnov sebaiknya mundur dari jabatan Ketua DPR.
Menyinggung adanya usul anggota Pansus hak Angket bagi pembekuan KPK, maka sebaiknya DPR RI menyelenggarakan polling saja untuk menentukan suara dari masyarakat.
"Saya kira masyarakat lebih banyak suara mendukung KPK dan tidak dibekukan dibandingkan DPR," katanya.
Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (ant)