‘Pandora Papers’ Mengguncang Dunia, Termasuk Indonesia
Dunia heboh. Hari Minggu 3 Oktober lalu, ICIJ (International Consortium of Investigative Journalism) atau Konsorsium Jurnalisme Investigasi Internasional yang bermarkas di Washington DC, AS, merilis laporan hasil infestigasi yang diberi judul ‘Pandora Papers’.
Puluhan pemimpin dunia dan ratusan pejabat publik yang disebut dalam laporan tersebut telah menikmati bebas pajak untuk menyembunyikan aset mereka yang nilainya sangat besar hingga ratusan juta dolar, dalam sebuah perusahaan yang dikenal dengan sebutan perusahaan cangkang.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, perusahaan cangkang (shell corporation) adalah perusahaan yang hanya ada di atas kertas dan tidak memiliki kantor ataupun karyawan, tetapi memiliki rekening bank atau investasi pasif atau menjadi pemilik aset tertentu seperti kekayaan intelektual , atau kapal. .
‘Pandora Papers’ diterbitkan berdasarkan dokumen dari 14 agen yang terlibat dalam pendirian perusahaan-perushaan cangkang tersebut, yang dibocorkan kepada ICIJ. Laporan ini mengungkap transaksi bebas yang dilakukan raja, presiden dan perdana menteri, termasuk Raja Yordania Abdullah II, Perdana Menteri Ceko Andrej Babis dan Presiden Kenya Uhuru Kenyatta. Selain politisi, ada juga nama selibritis dunia seperti penyanyi Kolombia Shakira, supermodel Jerman Claudia Schiffer dan mantan kapten kriket India Sachin Tendulkar.
ICIJ melakukan investigasi selama dua tahun untuk meneliti 11,9 juta data rahasia, didukung investigasi oleh sekitar 600 jurnalis dari 150 jejaring media di 117 negara. Dari Indonesia, media yang ikut terlibat dalam kolaborasi investigasi ini adalah majalah Tempo.
Dalam liputannya berjudul ‘Garis Merah Dokumen Pandora’ yang dimuat 7 halaman di rubrik Nasional Tempo edisi terakhir, disebutkan ada lima tokoh Indonesia yang namanya masuk dalam Pandora Papers masing-masing Luhut Binsar Panjaitan, Airlangga Hartarto dan adiknya Gautama Hartarto, Edward Seky Soeryadjaya dan keluarga Ciputra. Kelima pihak yang disebutkan itu sudah berusaha dikonfirmasi oleh wartawan Tempo, kebanyakan membantah.
Sebelum ‘Pandora Papers’ dirilis, ICIJ telah memverifikasi informasi dari 2,94 terabita data yang masuk. ICIJ menemukan bahwa dokumen tersebut terkait dengan lebih dari 330 politisi dan pejabat publik, termasuk 35 pemimpin nasional saat ini dan para mantan, di lebih dari 91 negara.
‘Pandora Papers’ mencakup informasi tentang transaksi hampir tiga kali lipat lebih banyak dari para pemimpin negara saat ini dan mantan pemimpin negara, seperti kebocoran dokumen sebelumnya dari negara bebas pajak, tulis ICIJ di situs webnya. Menurut ICIJ, ‘Pandora Papers’ adalah investigasi terbesar dalam sejarah jurnalisme, yang mengungkap sistem keuangan tersembunyi yang menguntungkan orang-orang paling kaya dan berkuasa di dunia
Mendirikan perusahaan cangkang untuk melakukan bisnis memang tidak berarti pelanggaran, karena mungkin tujuannya hanya untuk merahasiakan kekayaan mereka. Tetapi pendirian perusahaan di negeri bebas pajak ini tetap saja dianggap sebagai usaha untuk menghindari pajak, bahkan bisa juga dijadikan tempat pencucian uang bagi hasil korup mereka.
Pengungkapan laporan ini tentu akan mempermalukan para pemimpin yang mungkin sebelumnya telah berkoar-koar menentang korupsi dan penghindaran pajak, serta retorika lainnya yang memikat rakyat di negeri mereka. Retorika yang hampir setiap saat mereka ucapkan sampai mulut mereka berbusa.
Data yang diperoleh ICIJ untuk laporan ‘Pandora Papers’ ini, yaitu sebanyak 11, 9 juta yang tersimpan dalam memori sebesar 2,94 terabita, adalah yang terbesar dibanding data yang diperoleh untuk mengungkap laporan-laporan serupa. Sebelumnya, untuk membuat laporan ‘Paradise Papers’ (2017) diperoleh 13,4 juta data yang tersimpan dalam 1,7 terabita. Tahun 2016, untuk ‘Panama Papers’ terkumpul 11,5 juta data yang tersimpan pada 2,6 terabita, dan tahun 2013 untuk laporan yang berjudul ‘Offshore Leaks’ terkumpul 2,5 juta data pada 260 gigabita.
‘Pandora Papers’ adalah karya jurnalistik global yang luar biasa. (m. anis)