Pandemi, Wanita Tani Tambah Penghasilan dari Tanaman Organik
Krisis ekonomi dampak dari pandemi Covid-19, membuat sejumlah ibu rumah tangga di Dusun Jombangan, Desa Tretek, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mengembangkan usaha agrobisnis.
Menurut Ketua Kawasan Rumah Pangan Lestari, Ismiyati, usaha agrobisnis ini bisa menjadi tambahan penghasilan untuk membantu keuangan keluarga. Usaha menanam dan menjual hasil panen sayuran organik ini sudah berlangsung sejak 2012, atau sekitar delapan tahun lalu.
Ismiyati menjelaskan, awal terbentuknya Kawasan Rumah Pangan Lestari berawal dari perkumpulan ibu-ibu PKK. Kelompok ini akhirnya mendapatkan program bantuan berupa tempat tanaman polybag, benih serta pupuk kandang.
"Kita terus belajar, tidak patah semangat terus berhasil sampai sekarang. Kita belajar ada pemandunya dari PPL," terang Ismiyati.
Jenis sayuran yang ditanam ada sekitar 20 varian seperti bayam, selada, kembang kol, kelor dan lainya. Sayuran ini ditanam dengan memanfaatkan lahan sempit yang ada di pekarangan rumah masing-masing.
"Setiap kali panen sebelumnya, dalam seminggu bisa satu sampai dua kali. Dalam 1 kali panen biasanya bisa mengemas 30 sampai 50 bungkus sayuran," ucap Ismiyati bangga.
Omset penghasilan secara keseluruhan bisa mencapai Rp200-300 ribu. Setelah panen, lanjut Ismiyati, sayuran organik ini lalu didistribusikan dititipkan ke sejumlah swalayan.
Pemasukan hasil penjualan sayuran organik ini berbeda antara kelompok wanita tani satu dengan lainnya. Hal ini tergantung cakupan luas lahan pekarangan yang dimiliki oleh para anggota.
"Kita lihat luasan dari lahan masing masing anggota. Jadi rata-rata minimal anggota bisa mendapatkan antara Rp20 ribu sampai Rp30 ribu. Hasil itu untuk luasan lahan yang paling kecil. Luasan lahan paling kecil sekitar 2x3 meter," terang Ismiyati.
Sementara itu, Farida selaku sektaris kawasan Rumah Pangan Lestari, mengakui jika selama pandemi saat ini jumlah omzet penjualan sayuran yang dikirimkan ke swalayan turun. Ia menilai ketika pandemi, jumlah pengunjung yang datang ke swalayan cenderung berkurang dan ini mempengaruhi merosotnya daya beli masyarakat.
"Kalau sebelum pandemi kita bisa satu minggu dua kali panen. Setelah pandemi berkurang 50 persen. Terkadang omzet penjualan yang masuk cuma Rp50 ribu itu pun masih ada yang return (balik) terpaksa harus dikonsumsi sendiri," keluh Farida.
Tidak hanya terkendala situasi pandemi, memasuki musim penghujan seperti saat ini, para petani sayur organik ini juga menghadapi persoalan dimana polybag yang dipergunakan untuk menanam sayuran acap kali becek terkena air hujan.
"Kan beda kalau tanamnya di sawah, airnya bisa menyerap langsung ke tanah," tuturnya.
Farida berharap pemerintah daerah, agar mereka dibantu untuk memasarkan produk kelompoknya tersebut. Tujuannya, agar penghasilan para wanita tani ini kembali meningkat di masa pandemi Covid-19.