Pandemi, Seniman Pertunjukan harus Kuasai Digitalisasi Repertoar
Pandemi covid 19, seniman pertunjukan harus beradaptasi dengan digitalisasi repertoar agar seniman pertunjukan tetap eksis.
Guru Besar Universitas Negeri Malang, Joko Sariono kepada ngopibareng.id mengatakan, pandemi covid-19 yang terjadi hampir 2 tahun di Indonesia ini berdampak pada semua kegiatan masyarakat, termasuk seni pertunjukan.
"Secara umum semua seni-seni pertunjukan konvensional mulai skala lokal, nasional maupun global mengalami guncangan yang luar biasa. Dan hampir 90 persen mengalami kelumpuhan," katanya usai memberikan Bimbingan Teknis Penguatan Kapasitas Pengurus Dewan Seni dan Budaya Kabupaten Blitar (DSBKB) di Desa Tlogo Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar, Minggu, 21 November 2021.
Katanya, seni budaya daerah yang berpangkal komunitas yang melibatkan banyak orang ini tidak bisa beraktivitas lagi. Sementara, ada ruang aman yaitu dunia digital repertoar yang hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan para seniman.
"Maka, seniman di Kabupaten Blitar harus mulai bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya dengan mereka yang bergelut dengan dunia digital. Agar mereka tetap eksis," katanya.
Menurutnya, digitalisasi repertoar bukan tanpa alasan untuk segera dimanfaatkan, karena pandemi covid 19 diperkirakan tidak akan hilang seratus persen.
Majelis Pertimbangan Dewan Kesenian Jawa Timur ini juga menyikapi nasib seniman pertunjukan pasca pandemi covid-19 agar tetap eksis harus merombak secara keseluruhan pola pertunjukannya.
"Selain harus beradaptasi dengan digitalisasi, seniman tradisional harus mulai menerima seni pertunjukan kontemporer maupun kebudayaan dari luar agar bisa terjadi saling mengisi, sehingga seni pertunjukan tradisional bisa diterima masyarakat luar," katanya.
Joko mencontohkan, seni pertunjukan tradisional campursari, wayang kulit, jaranan maupun elekton harus mulai melakukan perubahan tata cara pertunjukannya. Sebab, pasca pandemi kalau tidak segera melakukan perubahan akan mengalami kepunahan.
"Seni pertunjukan tradisional maupun produk kebudayaan adat istiadat pasca pandemi covid-19 harus ada sesuatu yang baru, sebab sifat pertunjukan dunia digital memang seperti itu," katanya.
Lanjut Joko, dunia tradisi harus masuk dunia digital. Ini merupakan dunia lesan sekunder yang akan menjadi tempat suaka, musim baru dari seni-seni tradisi.
Di dalam dunia digital, seni pertunjukan tradisional diperlukan untuk mengubah pola pertunjukan luring (tatap muka), baik dari segi gerakan, kostum, dan aspek aspek teknis lainnya untuk menjaga agar seniman tradisional tetap bisa berkreativitas.
Selain mengawal perubahan dunia pertunjukan seni tradisional dari dunia luring ke dunia digital, Suryono menyarankan seniman harus melihat dari karakter dan ciri khas kebudayaan.
"Dewan Kesenian Kabupaten Blitar harus fokus kepada program-program kemajuan kebudayaan desa, kebudayaan desa yang sudah ada dikembangkan, yang sudah tidak stabil dimekarkan, dan sudah yang ada diubah menjadi kreasi baru. Produktivitas budaya barang maupun non barang ini akan membantu masyarakat," katanya.
Lanjutnya, Dewan Kesenian harus menjaga imunitas kelompok-kelompok seni pertunjukan agar terjaga dari virus covid-19, seperti melalui latihan-latihan meditasi, latihan gerak untuk bekal imunitas kelompok melalui pendekatan seni dan budaya.