Pandemi Covid-19, Produksi Keripik Kulit Kebab Mandek 5 Bulan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Misscrip, Keripik Kulit Kebab di Surabaya berhenti produksi terhitung sejak pandemi virus corona atau Covid-19 pada Maret 2020 lalu. UKM yang berdiri sejak 2014 ini tak bisa berjualan lantaran lapak pemasarannya ditutup. Yakni di Sentra UKM Merr, Siola, mal area Ciputra World, dan supermarket Sakinah.
“Waktu itu sempat ngirim 100 bungkus Misscrip pada akhir Maret ke beberapa sentra UKM dan supermarket. Pada awal April sentra ditutup dan berbuntut hingga sekarang belum produksi kembali,” kata Inas Adila Putri, pengelola UKM Misscripp kepada Ngopibareng.id pada Selasa, 21 Juli 2020.
Perempuan yang akrab disapa Lila ini mengaku, selain pandemi terdapat beberapa faktor lain yang menghambat produksi. "Mulai dari kesibukan karyawan tidak tetap, kegiatan saya sebagai mahasiswa semester lima, hingga kondisi nenek saya yang sudah paruh baya," sambungnya.
Dalam menjalankan bisnis ini, Lila bekerja sama dengan sang nenek, Kasiami. Sayangnya, Kasiami harus merawat suaminya yang mengidap pengapuran tulang. Sementara itu, kegiatan Lila sebagai mahasiswa mengharuskan dirinya mengikuti kelas daring. Kesibukan lainnya, menjaga dua adiknya yang masih SMP dan SD lantaran libur sekolah.
“Sampai sekarang belum produksi terhitung lima bulanan karena banyak faktor. Nenek saya sudah nggak mumpuni dan karyawan yang biasa membatu memiliki kesibukan lain. Saya juga sibuk kelas daring dan disuruh menjaga adik di rumah,” terang Lila.
Rungkut Zona Merah
Rumah produksi Misscrip berlokasi di Rungkut Lor II. Namun, kawasan Rungkut sempat menjadi zona merah. Bahkan status tersebut pernah berubah menjadi zona pekat.
Akibatnya, Lila yang tinggal secara terpisah di Gunung Anyar Surabaya, tidak bisa menyambangi tempat produksinya yang di "lockdown" oleh Satgas Covid-19. Neneknya pun melarang sang cucu datang dan meminta Lila fokus ke kuliahnya saja.
“Rungkut sempat bolak-balik jadi zona merah dan ditutup (Satgas Cobid-19). Saya diminta nenek agar fokus ke kuliah dan dilarang datang ke Rungkut. Nenek sendiri juga membatasi diri interaksi dengan orang lain,” ujarnya.
Sebelum pandemi corona, per bulan omzet yang dikantonginya Rp2-3 juta. Lila bisa menghabiskan 30 kilogram kulit kebab dalam satu bulan. Kulit kebab ini dikemas ke dalam wadah 120 gram dan dibanderol Rp 11.500. Tersedia 10 varian rasa, seperti pisang, cokelat, strawberry, keju, balado, barbeque, manis, jagung bakar, pedas dan pedas manis.
“Sebelum Covid per bulan bisa habis 30 kilogram kulit kebab. Ada banyak rasanya, tetapi yang utama rasa keju, pedas, balado, barbeque, jagung bakar dan pedas manis. Selain ditaruh di sentra UKM, saya juga memasarkannya ke teman terdekat saya dan ibu,” bebernya.
Packaging Baru dan Pemasaran Online
Tak mau terpuruk, dalam waktu dekat Lila berencana mendiskusikan dengan neneknya tentang kelanjutan bisnis mereka. Lila pun memiliki ide untuk mengganti packaging dengan kemasan yang baru dan berbeda. Desain kemasannya digarap Lina sendiri.
Selain itu, Lila juga melakukan pembaruan harga. Kemasan yang sekarang berisi 80 gram kulit kebab seharga Rp 10.000 per bungkus. Terlebih, pemasaran produk melalui Instagram akan dijalankan.
“Mungkin waktu dekat ngobrol serius dengan eyang bahas bisnis kami, sayang jika tidak diteruskan. Kemasannya baru desainnya dan berbeda dengan yang lain, isinya hanya 80 gram. Instagram akan saya jalankan lagi, dulu sempat terhenti karena sibuk kuliah,” tutupnya.
Advertisement