Pandemi Covid-19 Bukan yang Terakhir, Kata Masyarakat Adat
Masyarakat adat punya pendapat berbeda tentang pandemi covid-19. Mereka beranggapan, pandemi terjadi karena manusia yang serakah dan sering merusak alam. Mereka meramal jika covid-19 tak akan jadi pandemi yang terakhir.
Masyarakat Adat di Costa Rica, suku Bribri yang tinggal di lereng gunung terpencil, percaya jika Tuhan juga menciptakan sejumlah roh jahat yang dikunci, ketika menciptakan bumi.
"Ketika Sibo, Tuhan kami, menciptakan Bumi, Ia mengunci sejumlah roh yang jahat. Roh ini akan keluar jika kita tidak hidup bersama alam dan merusak alam,' kata Levi Sucre Romero, anggota dari suku Bribri, dilansir dari BBC.
Romero adalah Pimpinan dari Aliansi Penduduk dan Hutan di Mesoamerika. Anggotannya adalah komunitas masyarakat adat yang berjumlah lebih dari 50 ribu orang, sebagian besar tinggal di hutan. Bertahun-tahun, Romero mengajarkan dunia tentang hidup berkelanjutan dan berdampingan dengan alam, seperti bercocok tanam, beternak, dan nomaden.
Pendapatnya juga didengarkan pada forum Covering Climate Now, di New York pada Maret. Ia berada di forum tersebut bersama masyarakat adat dari Indonesia, yang juga mempraktikan hidup dengan alam, seperti masyarakat Mentawai di Kalimantan.
Ia pun meramal, jika masyarakat tak hidup bersama dengan alam, maka pandemi covid-19 tak akan menjadi yang terakhir.
Pendapat Romero mendapat dukungan dari hasil sejumlah penelitian. Jurnal Nature Communications tahun 2017 menggambarkan adanya kaitan antara risiko penyakit zoonis pada wilayah yang mengalami pemotongan hutan, tambang, dan pembangunan jalan dan gedung. Penulis menyatakan jika aktivitas tersebut dapat menyebabkan kedaruratan penyakit karena mereka merusak ekologi yang dinamis dan meningkatkan kontak antara manusia, ternak, dan hewan liar.
"Itu adalah proses stokastik" kata Erun Mordecai, ahli biologi di Universitas Stanford. "Dipengaruhi oleh orang dan satwa tertentu, dan patogen apa yang dibawa saat itu,' katanya.
Selain itu, deforestasi juga berdampak pada penyebaran malaria di Brazil dengan sekitar 6 kasus terjadi di setiap satu kilometer dalam wilayah pohon yang ditebang, menurut prosiding di the National Academy of Sciences.
Advertisement