Pancasila Pandangan Hidup Bangsa, Pancasila Bukan Saya!
Saya Pancasilais...saya bukan PANCASILA...saya Erros Djarot!
Semula pernyataan ini akan saya unggah jelang tengah malam memasuki tanggal 1 Juni. Entah mengapa, saya lebih memilih menahan diri dan memutuskan untuk menundanya agar suasana semarak penuh eforia yang menggembirakan ini tidak terusik dan mulus serta indah berjalan!
Saya tunda mengunggah tulisan ini sampai waktu berbuka puasa tanggal 3 juni 2017 terlalui. Karena tanggal 3 siang hingga sore hari, anak saya Banyu Biru, sejak jelang 1 Juni telah super heboh mempersiapkan perhelatan Perayaan Lahirnya Pancasila dengan tag line 'Aku Pancasila' di Citos bersama kawan-kawannya membantu Om Triawan Munaf, Kepala Bekraf.
Sebagai seorang bapak saya wajib menghargai gairah dan semangat sang anak dan kawan-kawannya yang begitu tulus polos dan murni ingin memuliakan Pancasila!
Nah..sekarang perhelatan sudah berlalu, dan tidak mungkin saya terus menerus menunda tulisan ini sebagai bentuk tanggungjawab moral intelektual yang wajib saya jalankan
Benar, saya adalah pendukung Presiden Jokowi...sampai sekarang! Tapi justru karena saya pendukungnya maka melontarkan kritik kepada dirinya merupakan keharusan seorang kawan dalam kategori genuine friend.
Nah mengapa urusan kalimat atau pernyataan yang berbunyi... Saya Jokowi dan saya Pancasila.." cukup membuat saya tak nyaman mendengar dan menerima, walau mayoritas massa rakyat sampai para pejabat tinggi negara, ber-ramai-ramai menirukan ucapan pak presiden? “Saya Fulan..saya Indonesia dan saya Pancasila..."
Bisa jadi pengungkapan “Saya Pancasila” ditujukan pada generasi milenial karena memang terdengar keren dan lebih keching bagi mereka.
Pada sisi ini, sungguh gagasan ini sebuah desain kampanye yang brillian! Hanya sayangnya tag line ini bukan sekedar penggunaan sesaat! Tag line ini melekat pada sebuah lagu yang syairnya ditulis Pak Jokowi sendiri..!
Andai saja lagu itu syairnya ditulis oleh Melly Guslow, mungkin saya tidak terlalu resah. Tapi karena yang menulis Bapak Presiden, masalahpun jadi lain!
Bayangkan ketika si A yang kebetulan seorang pejabat negara yang dengan gagah menepuk dada dan lantang menyatakan secara public “saya Pancasila..!" dan, beberapa bulan atau tahun kemudian berurusan dengan KPK...apa kata dunia? Heh...lihat itu si Pancasila korupsi!
Atau masyarakat biasa yang mengatakan dirinya Pancasila, kemudian melakukan tindakan kriminil? Dan juga ketika para seleb yang menyatakan dirinya Pancasila terlibat narkoba atau skandal susila?
Pasalnya, ketika Pancasila dilembagakan pada diri orang per orang, maka kedudukannya sebagai ideologi-dasar negara dan pendangan hidup bangsa menjadi tereduksi sampai ke titik nadir!
Bisa jadi ada yang menganggap kekhawatiran saya ini berlebihan. Tapi menurut saya, seorang presiden harus mengajarkan hal yang benar pada rakyatnya. Setidaknya jangan rakyat menjadi tidak tahu mana Obyek Subyek dan mana Predikat! Mana ilustrasi dan permukaan dan mana yang substansi. Jangan terbalik-balik!
Jangan sampai jadi salah kaprah seperti yang terjadi pada penggunaan istilah 4 Pilar Kebangsaan. Coba renungkan, kalau salah satu pilar kebangsaan adalah Pancasila, lalu DASARnya apa? Nah sampai hari ini kekeliruan ini tetap dipertahankan.
Bayangkan kelak bila generasi tahun 2030 yang menganggap Pancasila hanya salah satu pilar, heboh mencari dasar baru mengganti Pancasila yang seharusnya menjadi dasar, semata karena dipahami hanya sebagai Pilar!
Herannya mengapa pembiaran ini secara berjamaah dipertahankan?
Usut punya usut hanya karena pencetus terminologi ini adalah seorang tokoh nasional yang saat itu menduduki jabatan penting, Ketua MPR, dan petinggi partai besar berwibawa. Akibatnya semua diam dan mengamini sampai sekarang! Sekalipun Mahkamah Konstitusi sudah menolaknya!
Nah..apa mau dilema pemahaman ini berulang kembali...Saya Pancasila?
Bener dan pener kah ini?
Kalau toh mayoritas mengamini... ijinkan saya memilih jalan yang sunyi dengan mengatakan...Saya Pancasilais, saya Bukan Pancasila. Saya Erros Djarot!
Dengan keyakinan, seluruh pembenaran dan ketidak-benaran waktu hidupnya dipastikan sangat terbatas! Sebaliknya, sampai kapan dan selama apa pun kebenaran dikubur, suatu hari ia akan bangkit dan mewujud!
Maafkan bila ada yang merasa tidak nyaman dengan pendapat saya ini. Tapi bagi mereka yang bersetuju, salamku dan tetaplah berpikir merdeka!
Pancasila I Love You. Salam hangat, Erros Djarot